Hari itu langit terlihat suram. Gemuruh guntur menambah kesan mencekam ladang rumput luas itu. Perlahan, hujan turun membasahi rerumputan hijau di lahan tersebut. Seorang gadis berdiri tepat di tengah hantaran rerumputan itu sembari menggenggam erat sebuah buku. Tatapannya tampak kosong. Entah apa yang ada dalam benaknya.
"Sebenarnya, kenapa semua ini harus terjadi padaku," gumamnya pelan. Kemudian, ia mengalihkan pandangannya pada sebuah pohon besar nan rindang. Seketika, genggamannya pada buku usang tersebut menjadi semakin erat.
"Aku, enggak mau tau kenyataan yang sebenarnya," gumamnya, "tapi kalau begitu, semua gak akan adil buatmu, 'kan?"
Dengan keberaniannya yang tak seberapa itu, ia mulai melangkahkan kakinya menuju pohon besar tersebut. Kilasan ingatan-ingatannya dahulu perlahan muncul satu per satu dalam benaknya. Ingatan terakhir yang ia ingat yaitu ketika ia baru saja pulang dari liburan bersama keluarganya. Lima tahun yang lalu, tepat pada hari ulang tahunnya, langit tampak sangat cerah. Suasananya pun berbanding terbalik dibanding saat ini.
"Lilo, apa kamu senang dengan liburan keluarga kali ini?" tanya seorang laki-laki yang tengah mengemudikan mobil mini hitam itu. Seorang gadis kecil berusia sebelas tahun yang sedang duduk di jok belakang mobil itu pun menoleh ke arah laki-laki itu.
"Iya Pa! Udah lama banget kita gak liburan bareng begini," seru gadis dengan raut wajah riang itu. Ia adalah Liselotte Weinling atau yang akrab dipanggil dengan nama Lilo oleh keluarga dan teman dekatnya. Hari itu adalah hari yang sangat membahagiakan lantaran sang ayah tiba-tiba saja mengajaknya untuk pergi liburan sekeluarga. Namun tentu saja, tingkah kedua orang tuanya itu cukup aneh baginya. Mulai dari ajakan tiba-tiba sang ayah untuk berlibur hingga raut wajah keduanya yang tampak aneh sejak awal mereka berlibur.
"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya ibunya tiba-tiba. Lilo pun tersadar dari lamunannya dan tersenyum canggung ke arah sang ibu.
"Gak ada kok, Ma!" jawabnya spontan. Ia tak ingin berasumsi yang macam-macam pada kedua orang tuanya itu. Mungkin mereka bertingkah seperti itu lantaran hari ini merupakan hari yang spesial baginya. Walaupun begitu, tetap saja alasan tersebut rasanya kurang tepat lantaran orang tuanya selalu acuh tak acuh terhadap dirinya pada ulang tahunnya yang sebelumnya. Beberapa saat kemudian, mobil hitam itu pun berhenti tepat di depan sebuah rumah besar nan modern.
"Mulai sekarang, kamu tinggal di sini bareng papa dan mama, ya." jelas sang ibu sembari tersenyum dengan tatapan sendu. Lilo menganggukkan kepalanya dengan pelan sembari mengalihkan pandangannya pada rumah besar bertingkat itu. Tatapannya tertuju pada sebuah jendela di lantai dua rumah itu. Dari sana, seorang laki-laki terlihat sedang memerhatikannya lewat jendela kayu tersebut. Seketika, laki-laki itu segera membalikkan badannya begitu menyadari Lilo yang sedang menatapnya balik.
"Apa kakak juga ada di rumah?" tanyanya penasaran.
"Iya, kakak udah pulang dari luar kota. Kakak bilang kalau dia kangen sama Lilo. Makanya dia buru-buru pulang demi ketemu sama Lilo," jelas sang ibu.