"Maaf, lama ya?" tanyanya sembari tersenyum canggung.
"Oh, enggak kok, Kak," jawab Lilo. Sepertinya Lilo telat menghampiri kakaknya itu sehingga tak bisa memeriksa mengenai hal yang dicari kakaknya di kamarnya itu. Mungkin saja saat itu sang kakak sedang mencari kotak P3K. Namun, apa perlu ia mengacak-acak kamarnya hingga membuka laci mejanya hanya untuk mencari kotak P3K di kamarnya? Bukankah kotak P3K terpajang jelas dekat pintu kamarnya? Jadi, sang kakak tak perlu membuka laci mejanya seperti yang ditunjukkan oleh suara samar-samar tadi, bukan?
"Kakak gak mengacak-acak kamarku , 'kan?" tanya Lilo dengan ragu. Sang kakak terdiam sejenak.
"Gak kok," jawabnya singkat.
"Untunglah, kalau begitu. Kakak gak perlu repot-repot mengobatiku. Aku bisa kok mengobatinya sendiri di kamarku. Terima kasih sudah membawakan kotaknya," ucap Lilo sembari mengambil kotak P3K tersebut dari tangan kakaknya. Ia pun melangkah kembali ke kamarnya.
"Haa... Padahal gak perlu dibawa ke sana. Toh aku juga bakalan mengobatinya sendiri," gumamnya.
Begitu kembali masuk ke kamarnya, Lilo segera melihat sekelilingnya. Ruangannya tak berantakan, berbeda seperti terawang yang suara itu tunjukkan padanya. Terbesit dalam benaknya bahwa suara tersebut sedang membohonginya lantaran ia tak menemukan barang yang hilang di kamarnya. Semuanya juga ada tepat dalam posisi semula seperti sebelum ia meninggalkan kamarnya itu.
"Kau pikir itu bohong?" tanya suara samar dalam benaknya. Namun, kali ini suara itu semakin jelas, berbeda dari sebelumnya.
"Tentu saja. Buktinya barangku gak ada yang hilang sama sekali tuh," jawab Lilo sembari menganggukkan kepalanya.
"Kau akan tau sendiri nanti. Tadinya aku mau bilang. Tapi karena tingkahmu itu menyebalkan banget, aku gak jadi bilang deh," jelas suara samar-samar itu.
"Apa sih? Kekanak-kanakan banget," ujar Lilo sembari menutup kotak P3Knya dengan keras.
"Makanya, aku akan maafkan kalau kau mau minta maaf dengan tulus," jelas suara itu.
"Gak ah! Lebih baik aku main sama Momo. Duh, Momoku lucu banget," balas Lilo sembari memeluk erat kucing kesayangannya itu.
Waktu berlalu dengan sangat lambat. Berada di dalam kamar saja membuat Lilo cepat bosan. Wajar saja, anak seusia Lilo biasanya aktif bermain di luar bersama teman-teman lainnya. Dulu ketika ia masih tinggal dengan neneknya di desa, yaitu sebelum pindah ke rumah orang tuanya, Lilo merupakan anak yang kurang bersosialisasi lantaran teman-temannya yang iri pada orang kota sepertinya. Di tambah lagi, ia tak mengerti bahasa setempat sehingga sering kali di hina dengan bahasa yang tak ia mengerti. Sekarang, ia sudah kembali tinggal bersama orang tuanya. Jujur saja, ia menaruh harapan yang tinggi akan sekolah barunya kelak. Ia berharap dapat memiliki teman yang banyak, juga sahabat yang senantiasa menemaninya di kala suka maupun duka.
"Apa karena itu aku jadi menciptakan teman di imajinasiku sendiri, ya?" gumamnya.