Lily Kacamata

Astyaulhaq
Chapter #5

5-Menjebak tanpa Persiapan

~•~

Untuk MEREKA:

“Menjebak, bukti balas dendam. Dan biasanya akan terbalaskan, entah disengaja atau tidak.”

~•~


Kaki-kaki manusia berbaris rapi di lapangan upacara, memberi hormat kepada sang bendera yang berkibar tertiup angin pagi dan itu membuat orang-orang kedinginan sebab belum ada sinar matahari.

Tak banyak siswa yang berpura-pura sakit dengan alasan bisa tidur di ruang UKS, seperti Ryan dan Rubay. Parahnya lagi Lily pun harus mengikuti mereka. Maka dari itu, Lily juga berpura-pura oleng seperti hendak pingsan dan berhasil membuat anggota OSIS yang melihat menyuruh Lily ke UKS. Seumur hidupnya, Lily belum pernah berpura-pura sakit makanya ia sedikit kaku.

Lily membuka pintu UKS ketika sudah menolak kepada anggota OSIS yang ingin menemaninya di ruangan. Terlihat Ryan dan Rubay yang enaknya berbaring di ranjang. "Btw, apa cuma kita doang di sini? Gak ada yang benar-benar sakit?" tanya Lily sambil celingukan mencari barangkali ada manusia di dalam ruangan selain mereka bertiga.

"Ada. Cuma gue usir," jawab Rubay seenak jidat.

"Pijit kaki gua ...," Ryan memerintah tanpa dosa dan memang itulah alasannya memberi tatapan menyuruh ‘mengikuti’ kepada Lily di lapangan upacara. Menurutnya, dia adalah pelayan yang patut diacungi jempol, dikerjakan gratis dan sangat menurut. Namun, tetap saja, ia tak terima ketika Lily yang sedang memijit kakinya memasang wajah tanpa bersalah sekarang. "Hari Sabtu, gue telepon lo kenapa gak diangkat? Udah itu malah di-block!" sungutnya kesal padahal waktu itu ia sangat membutuhkannya. Seharusnya gadis itu minta maaf sekarang, seharusnya bukan dirinya yang mengingatkan.

"Oooh," sahut Lily terlewat santai, sambil memijit kaki Ryan, ia menjelaskan, "gue lagi pulang ke Bandung. Kenapa gue block kontak lo? Karena gue dituduh punya pacar sama keluarga, hanya karena alasan ... lo namain kontak sendiri Ryan Tampan yang membuahkan bencana besar bagi gue di saat lo nelepon."

Ryan tertawa keras, mungkin sampai terdengar keluar UKS. "Ternyata lo gak ganti nama kontaknya—"

"Sekarang udah diganti," tukas Lily dingin, "jadi Si Iblis pembawa bencana. Itu lebih baik daripada Ryan Tampan yang sebenarnya terkesan biasa aja mukanya."

Ryan berdiri, matanya menyorot ke arah Lily. Ada jiwa iblis yang menyerangnya untuk menimpali ucapan Lily. Sambil tersenyum ia berbisik di telinga gadis itu. "Coba ngomong sekali lagi?"

Tubuhnya merinding dan merasa ada aura dingin yang menakutkan. Lily menggigit bibirnya dan menggeleng keras. Ia tersadar, lelaki itu sudah tahu ketakutannya selama ini; bisikan. Terpaksa ia melangkah keluar UKS untuk melarikan diri, "Sori, Yan. Gue mau ke lapangan, gak baik berpura-pura kayak gini."

"Ternyata cewek sepintar lo punya nyali kecil," komentar Ryan sangat puas seraya kembali berbaring. Berniat bermain ponsel kembali. Tapi dalam hati, ia takkan melupakan kejadian ini.

"Eh, Lily? Kamu sakit?" Tahu-tahu ada yang membuka pintu duluan sebelum Lily. Pak Joy, guru penuh kejutan.

Mendengar ada suara bapak-bapak, Ryan maupun Rubay sesegera menyimpan ponsel, tapi terasa nihil karena Pak Joy sudah melihatnya. Dan Lily tak kuasa berpura-pura pingsan sekarang.

Lily melirik dua laki-laki yang bergeming kaku. Ia sempat menyunggingkan senyuman sinis kepada mereka. "Kita pura-pura sakit, Pak." Perkataan Lily membuat Ryan terkaget-kaget, sementara Rubay malah tersenyum tak enak kepada Pak Joy yang manggut-manggut paham. "Saya disuruh pijit kaki, makanya saya ikut ...."

Begitulah penuturan Lily yang mengakibatkan mereka dihukum bersama, walau Lily dapat getahnya tapi berhasil membuat Ryan dan Rubay mendapat hukuman dari sekian banyaknya tidak mematuhi aturan tapi berhasil lolos dari hukuman. Sayangnya, sekarang tidak.

***

Mereka bertiga membersihkan lantai toilet guru menggunakan sikat, sementara Pak Joy terus berceloteh di mulut pintu. "Bapak kaget, sikap kalian seperti anak tak mematuhi peraturan sekolah. Bukan cuma hukuman, nilai kalian pasti dikurangi, kecuali kamu," dia menatap Lily, "karena kamu berpura-pura sakit itu disuruh Ryan ...."

Leher Ryan terasa tercekik mendengarnya. Sungguh tak terima tapi mana mungkin ia menyanggah, yang ada dirinya kalah berdebat dan malu-malu sendiri. Sambil berjongkok dan menyikat lantai, ia menatap tajam kepada gadis berwajah masa bodoh itu. Hampir saja kesabarannya akan habis di saat gadis itu balik menatapnya dan sedikit tersenyum penuh kemenangan. Lily sedikit menantangnya akhir-akhir ini, seperti sekarang; menjebaknya tanpa persiapan.

Mata Pak Joy tertuju pada sebuah jam tangan di pergelangannya. "Kalian bersihkan hingga rapi toilet guru ini. Masih syukur Bapak tidak menyuruh kalian membersihkan toilet murid yang baunya minta digaplok," dia tersenyum karena wajah mereka berubah masam, terkecuali Lily, "Bapak ingin ke kantor guru sebentar, bila ada kekacauan di sini, jangan harap kalian berfikir akan mendapat nilai PJOK dari Bapak, paham?"

"Paham ...."

Seperginya Pak Joy, Ryan melempar sikat di tangannya dan berdiri dari jongkoknya. "Demi nilai, gue sabar," lirihnya mengatur nafas. "Tapi kesabaran gua udah habis untuk lo!!!" Ryan berseru kepada Lily.

Lily mendongak santai. "Lebih baik kita cepet-cepet bersihin ini toilet, keburu Pak Joy suruh kita macam-macam lagi karena kelamaan," sarannya dan kembali menyikat lantai, tapi sikat yang digenggam Lily ditendang sampai terlepas oleh lelaki itu.

Rubay meringis kecil melihat Ryan sudah mengamuk di waktu yang tidak tepat.

"BERDIRI!"

Lihat selengkapnya