Buku usang, mungkin aku memang dibenci oleh kehidupan karena sering meremehkannya. Aku yang tanpa pikir panjang mendambakan kematian dan hanya hidup karena orang-orang sekitarku menginginkan aku hidup, mungkin benar-benar membuat geram kehidupan.
Aku tak bisa menyalahkannya, toh memang aku yang merendahkannya lebih dulu. Aku duluan yang memandangnya sebelah mata, menganggapnya sebagai sesuatu yang menjemukan dan hanya mendatangkan penat. Namun, dengan sombongnya aku masih berpegangan erat pada kehidupan karena takut membuat orang-orang yang kusayangi sedih jika aku menyerah.
Aku tak tahu mana yang lebih dibenci kehidupan: orang-orang yang hanya bisa mengeluh dan merengek ingin bahagia tanpa mengusahakan apapun, atau orang seperti aku, yang sejak awal merasa tidak perlu hidup sebatas karena bagiku itu percuma.
Yah, yang manapun itu, aku yakin hidup punya dendam padaku secara pribadi. Apa lagi yang bisa menjelaskan segala kemalangan yang terjadi padaku, dan orang-orang di sekitarku, kalau bukan karena aku dibenci oleh hidup itu sendiri?
Aku tahu, aku seperti bertentangan dengan diriku sendiri. Sebelumnya aku sempat bilang kalau semua hal sudah ditulis dalam garis takdir, makanya sia-sia jika kita harus menanggapinya dengan sedih atau bahagia. Aku selalu berpikir bahwa hal itu hanya berlaku pada diriku sendiri, pada malapetaka yang hanya menimpaku saja. Namun, ketika keburukan itu ikut menyeret orang-orang sekitarku, aku tidak bisa diam saja.
Hei, hidup! Kalau kau memang membenciku, sakiti saja aku! Jangan bawa-bawa orang-orang baik di sekelilingku, dasar pengecut!
Konyol memang, sikapku ini begitu konyol. Hanya bisa memaki pada garis hidup yang sudah ditetapkan dari awal dan tak bisa diubah, karena aku sendiri bingung harus menumpahkan amarah ini kepada siapa.
Buku usang, ingat alasan pertamaku untuk tetap hidup? Ya, Mama adalah alasan pertamaku. Alasan keduaku mungkin bisa ditebak dengan mudah. Seorang pria yang punggungnya selalu terlihat kuat agar bisa menopang keluarga kami, orang kedua yang kusayangi setelah Mama, yaitu Papa yang punya hati paling teguh dan penuh pengertian.