BAB 1
Keluarga Bakir dengan Lima Putrinya
Suara ayam berkokok nyaring.
Di kamar tidur utama, Rasyid Bakir dan Wardah Bakir duduk menggeliat di kasur. Membuka selimut. Rasyid ke wastafel menggosok gigi, Wardah membuka lemari pakaian Rasyid dan meja setrika.
Di kamar tidur kedua, Halisa Bakir alias Lisa bersiap-siap pergi ke kantor. Ia merias diri dengan cukup menor dan perhiasan bling-bling.
Di kamar tidur ketiga, sebuah nakas dipenuhi dengan bungkus-bungkus coklat dan snack.
Cahaya matahari menyorot dari jendela. Qadira Bakir alias Dira memutar badannya, tiba-tiba terbangun oleh ganjalan di punggungnya. Itu adalah bongkahan coklat. Qadira langsung mengemilnya sambil merem.
Sambil mengunyah, matanya perlahan terbuka. Qadira lompat sambil menyambar setelan pakaian yang tergantung di pintu lemari.
Manda Bakir berlari kecil masuk ke dalam ruang dokter, sambil membuka jaket untuk mengekspos dadanya. Ia duduk di hadapan Psikiater setelah bersalaman.
“Bagaimana kabarnya, Manda? Apakah ada keluhan lain selain depresi dan kecemasan yang dialami dua minggu terakhir itu?” tanya psikiater.
“Nggak, sih, Dok... Tapi, saya masih pengen obat-obatan yang Dokter resepkan itu, kayak antidepresan dan penstabil suasana hati. Kecuali yang antipsikotik, karena saya nggak ngerasa memerlukannya.”
“Manda udah nggak agresif, tapi masih ada perilaku impulsif. Kayak, ngambil barang saudara-saudaranya tanpa bilang dulu. Atau belanja sesuatu yang nggak perlu.”
Manda menyikut ibunya. Dokter mengeluarkan resep baru.