Lima Pusaka Bunda 1987

Meliyana Jia
Chapter #3

2. 1987

1987

Delapan tahun berlalu begitu cepat, waktu pun terasa singkat. Namun, bagi Azizah hari-hari yang dilewatinya terasa lamban. Azizah, kehadiran yang tidak diharapkan delapan tahun yang lalu kini sudah tumbuh besar. Begitu pula bertambahnya usia keempat kakaknya yang sudah lebih dewasa. Nilam seiring bertambah usia pun masih sama seperti dulu, tidak memerdulikan Azizah dan menganggapnya sebagai anak.

Byayang-bayang masa kelamnya masih teringat jelas dalam pikiran dan bekas yang tidak akan pernah hilang dari hatinya, bahkan bekas luka di hatinya masih terasa walau sudah bertahun-tahun lalu. Puing-puing kehidupannya yang sudah hancur sudah ia perbaiki, tapi yang namanya sudah hancur walau diperbaiki akan berbeda hasilnya.

Kehidupan keluarga Nilam nyaris berputar seratus delapan puluh derajat. Dirinya yang kesepian ditambah dengan ketidakakuran anak-anaknya, terutama pada Azizah. Nilam tidak tau, sepertinya mereka menyimpan trauma dan dendam yang sama, hingga emosi yang selama ini dipendam meluap tanpa disadari membuat hancurnya keharmonisan yang pernah ada.

Kondisi ekonomi Nilam pun bercukupan bahkan terkadang tidak cukup. Ia juga sedah menjual mobil setahun setelah musibah menimpanya demi menunjang kehidupan sehari-hari. Kini Nilam bekerja sebagai pembuat kue yang selalu ia titipkan di warung-warung. Hal ini membuat emosi Nilam terkadang naik turun.

Azizah, seharusnya tahun lalu sudah masuk sekolah, tapi Nilam selalu mengatakan tidak punya uang untuk itu dan lebih mementingkan kakak-kakaknya. Azizah terkadang merasa berkecil hati dengan keempat kakaknya yang bisa bersekolah.

Adam saat ini sudah sudah lulus SMP dan hendak melanjutkan pendidikannya yang lebih tinggi meski sempat terlambat melanjutkan selama dua tahun untuk membantu Nilam mencari nafkah, dan semester ini Adam akan melakukan pendaftaran di SMA yang tidak jauh dari rumahnya. Sementara Jamila akan naik kelas IX, Patih akan naik kelas VIII dan Salmah akan kelas II. Sedangkan Azizah belum mendengar wacana pendaftarannya di SD.

Azizah yang sering mencuci pakaian-pakaian Nilan dan keempat kakaknya di belakang rumah yang terbuka itu terkejut ketika sepasang pakaian terlempar ke dalam bak berisi tumpukan pakaian. Ia menoleh ke belakang mendapati Adam berdiri di pintu belakang rumah yang baru saja memperlakukan sang adik dengan tidak pantas.

"Yang bersih, besok gue mau pakai ke pendaftaran sekolah baru," ujar Adam ketus.

Azizah menghela napas. "Iya, Kak."

Adam kembali masuk ke dalam rumah. Walau Adam benci Azizah, tapi adiknya tidak pernah membencinya bahkan sabar sekali menghadapinya dengan senyuman dan keikhlasan.

Azizah mencuci semua tumpukan baju dengan senang hati. Sejak berumur empat tahun ia sudah melakukan pekerjaan rumah seperti ini. Di sela-sela kegiatannya, kakak terakhirnya mendadak menghampiri dari dalam rumah.

"Kak Salmah? Kaget, Zi," ujar Azizah sambil mengelus dada.

Salmah terkekeh. "Maaf, Zi. Jadi gimana, besok kamu bakal daftar SD, kan?" tanya Salmah antusias dengan senyuman semingrah di wajahnya.

Namun, melihat Azizah mengerucutkan bibir membuat senyuman Salmah luntur perlahan. "Kenapa?"

Lihat selengkapnya