Lima Pusaka Bunda 1987

Meliyana Jia
Chapter #7

6. Hati Yang Beku

Pekerjaan Nilam sehari-hari adalah menjual dan menitipkan kue-kue buatannya, juga beberapa jenis lauk makanan di warung makan. Terkadang kue-kue laku manis, terkadang hanya terjual sedikit, sementara lauk makanan juga terkadang habis atau tersisa sedikit. Karena penghasilannya yang tidak menentu dan tidak seberapa, maka masalah ekonomi Nilam tergolong berat. Tidak seperti dulu ketika Nadhim masih ada, mereka hidup berkecukupan mendekati mewah.

Sekarang Nilam hanya bekerja keras seorang diri demi menghidupi anak-anak. Tidak peduli jika ia sendiri tidak makan. Bagi Nilam yang penting anak-anak tidak kekurangan apa pun, ia usahakan.

Azizah mengintip di balik dapur melihat Nilam yang sedang membuat adonan kue. Hampir setiap hari Azizah bertanya untuk menawarkan bantuannya, tapi selalu ditolak mentah-mentah. Namun, tidak ada salahnya mencoba lagi.

"Bunda, Zi mau bantu Bunda buat kue."

"Saya nggak butuh bantuanmu."

Kalimat yang selalu sama keluar dari mulut Nilam hanya membuat Azizah tersenyum tipis.

Tidak lama kemudian, Azizah beranjak meninggalkan dapur karena merasa tidak dianggap oleh Nilam. Sudah biasa tapi tetap menyesakan. Ia berbalik menatap punggung Nilam.

"Bunda, Zi izin keluar ya," ujar Azizah.

"Hm." Nilam membalas dengan dehaman.

Azizah melangkah gontai keluar dari rumah, kakak-kakaknya sedang sekolah, hanya dirinya sendiri saat ini membuat ia tidak tau harus berbuat apa.

Azizah melangkah tanpa arah, entah apa yang menuntun kakinya menuju sekolah Salmah dan Patih. Ia hanya melihat ke dalam sekolah dari sela-sela gerbang. Ia melihat siswa-siswi berseragam putih merah yang berlarian di lapangan, mereka bermain bersama. Ia tersenyum tipis membayangkan rasanya menyenangkan jika sekolah. Namun, ia belum berkesempatan untuk itu.

"Permisi, adek ada perlu apa?" tanya satpam yang mendadak mengejutkan Azizah secara tidak sengaja.

Azizah sedikit terperanjat kecil lalu menggeleng. "Nggak, Pak. Maaf, cuma mau lihat anak-anak yang lagi main."

Satpam tersebut melihat ke arah yang dipandang Azizah kemudian menatapnya balik.

"Adek belum sekolah ya?

Azizah lagi-lagi menggeleng. "Belum, Pak."

"Kayaknya usia kamu udah cukup untuk sekolah."

"Bunda belum punya biaya untuk sekolahin saya."

Satpam tersebut menatap iba Azizah. "Nama adek siapa?"

"Azizah, Pak. Panggil aja Zi."

Satpam tersebut mengangguk-anggukkan kepala. "Bapak doain ya tahun depan kamu udah bisa sekolah."

"Aamiin, Pak, makasih," ujar Azizah tersenyum.

"Sama-sama, Dek Zi."

Melihat Azizah berdiri di depan gerbang dengan tatapan binar membuat satpam tersebut iba. Tatapan anak itu seperti sedang mengimpikan untuk sekolah.

"Dek Zi mau masuk?" tawar satpam.

"Boleh, Pak?" tanya Azizah.

"Boleh." Azizah tersenyum penuh saat pintu gerbang dibukakan untuknya agar bisa masuk ke dalam. Ia berterima kasih kepada satpam yang terdapat bordir nama di sisi kanan seragamnya, Sudirman.

Lihat selengkapnya