"Bunda, berhenti salahkan Zi, ini bukan salah Zi,!" seru Salmah sambil menarik lembut Nilam. Mereka berhenti di depan kamar Salmah.
"Terus kalau bukan dia, kenapa kamu bisa berdarah? Mana lukanya?" tanya Nilan bertubi-tubi.
"Salmah nggak luka, Bunda. Tadi malah Zi yang nolongin Salmah, Zi minta tolong ke ibu-ibu untuk tolongin Salmah karena tadi Salmah nangis terus, Salmah bikin Zi panik. Terus kami di bawa ke rumah ibu-ibu itu, tinggalnya di depan kompleks, nggak jauh. Ibu-ibu tadi udah tolongin Salmah, udah di kasih pembalut, nggak berdarah lagi, Bunda."
Nilam terkejut di akhir kalimat Salmah. "Pembalut?"
"Iya, ibu tadi bilang Salmah udah jadi gadis dewasa, menstruasi apa sih Bunda?" bingung Salmah.
Akhirnya Nilam mengajak Salmah masuk ke kamar mandi. Ia terkejut ternyata Salmah benar-benar menginjak masa pubertasnya. Umur Salmah masih kecil, tapi karena metabolisme tubuhnya yang bagus masih memungkinkan pubertas.
Kemudian Nilam menjelaskan pada Salmah sambi menyejajarkan tinggi badannya dengan Salmah. "Sal, Bunda seneng banget dengan kabar ini. Sekarang kamu udah pubertas, yang artinya sudah menjadi seorang gadis dewasa. Menstruasi biasanya datang sebulan sekali dalam beberapa hari, jadi Salmah harus pakai pembalut biar nggak nembus ke roknya." Nilam tadi sempat melihat bercak di rok bagian belakang Salmah.
"Kenapa harus begitu bun?" Salmah memiringkan wajahnya.
"Iya, karena sel telur yang tidak dibuahi akan keluar melalui menstruasi," jelas Nilam.
Salmah semakin bingung.
"Nanti di kelas tingkat berikutnya, kamu bakal belajar soal ini di sekolah, jadi suatu saat kamu akan lebih mengerti. Pesan Bunda sekarang kamu harus jaga diri, jangan terlalu dekat dengan laki-laki."
"Kenapa, Bun?"
Nilam tersenyum kecut. Hal ini mengingatkannya pada tragedi beberapa tahun silam. Ia mengelus kepala dan wajah anaknya.
"Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Pokoknya Salmah harus hati-hati, ya."
Salmah mengangguk walau belum mengerti sepenuhnya.
"Emang berdarah terus nggak bahaya, Bun?" tanya Salmah.
"Nggak, sayang. Normal." Nilam tersenyum.
"Nggak perlu khawatir Salmah," lanjutnya.
"Baik, Bunda."
"Nanti bunda ajarin cara pakai pembalut dan membersihkannya, ya, Nak."
Salmah mengangguk sambil tersenyum.
***
Azizah yang baru saja membongkar isi ransel di ranjangnya kini beralih pada Salmah yang baru saja kembali ke kamar. Lantas ia menghampirinya karena masih khawatir.
"Kak Salmah darahnya udah berhenti?" tanya Azizah.