Nilam terbangun dari tidurnya, seketika matanya menyipit karena cahaya matahari yang membuatnya silau. Hujan semalaman membuat tidur Nilam nyenyak sekali. Kini langit pun sudah cerah. Tidak sengaja ia melihat kunci pintu rumah di nakas yang hilang. Ia ingat benar semalam ia menaruhnya di sana. Sepertinya ia tau siapa yang mengambilnya diam-diam. Ia pun menghela napas dan beranjak dari kamar.
Langkah Nilam menuntunnya menuju kamar Salmah, begitu tiba di depan pintu ia langsung membukanya dan masuk selangkah. Benar saja, tampak Azizah terlelap juga di kamar, yang berarti Salmah semalam mengambil kuncinya diam-diam.
"Salmah," panggil Nilam sembari mendekat ke ranjang.
Salmah sedikit terkejut, karena ia baru saja tertidur setelah semalaman berusaha terjaga. Tampak dari matanya yang terdapat garis hitam tanda ia kurang tidur.
"Kamu nggak tidur semalam? Mata kamu hitam banget," ujar Nilam.
"Gimana Salmah bisa tidur, Bunda? Zi demam, Salmah mau jagain Zi."
Dilihatnya sekilas Azizah yang tampak terlelap nyenyak sekali, wajahnya sedikit pucat.
"Bukan urusan Bunda," balas Nilam.
Salmah mengernyit tajam alisnya. "Bunda kok tega ngomong gitu? Zi semalam kehujanan di luar, Bun. Zi anak bungsu Bunda, sekarang lagi demam."
"Ya, Bunda nggak peduli Salmah. Sekarang kamu mandi terus berangkat sekolah."
"Salmah hari ini absen, Bun. Salmah mau jagain Zi."
"Nggak perlu," sela Nilam.
"Kalau bukan Salmah siapa lagi yang peduli sama Zi? Nggak ada, Bun," tangkas Salmah.
"Terserah kamu saja, Sal. Bunda susah payah cari uang biayain sekolah kamu, tapi mau malah bolos hari ini," ujar Nilam dengan nada kecewa.
"Salmah nggak mungkin bolos kalau nggak ada hal yang mendesak, Bunda. Sekali aja Bunda ngerti soal Zi," pinta Salmah.
Nilam melambai pasrah kemudian keluar dari kamar.
Salmah memandang binar Azizah di sebelahnya yang terlelap pulas. Ia memegang keningnya yang masih terasa panas.
"Zi cepat pulih, ya, Kakak khawatir."
***
Sore hari, kondisi Azizah sudah lebih baik. Ia sedang di tepi ranjang sambil menikmati susu cokelat yang terdapat di nakas saat ia bangun tadi. Begitu Salmah masuk, Azizah langsung tersenyum dan berujar, "Kak Salmah, makasih susu cokelatnya."
Salmah mengernyit bingung. Susu cokelat?
"Dari siapa?"
"Hah, jadi bukan dari Kak Salmah?"
"Bukan, Zi, ini baru aja Kakak beli teh di warung karena stoknya habis. Tadinya mau buatkan kamu teh."
"Jadi ini dari siapa Kak?" bingung Zi sambil menatap gelas yang ia minum.
Salmah berjalan mendekat. "Bunda?"
"Nggak tau, kayaknya nggak mungkin deh, Kak," ujar Azizah, begitu mengingat betapa tidak pedulinya Nilam terhadapnya.
"Kak Adam, Kak Jamila, atau Kak Patih?" terka Salmah.