Lima Tahun dalam Lingkaran Desember

ibupertiwi
Chapter #5

Kursi Kosong dan Janji yang Terwujud #5

“Boleh aku duduk di sini?” ucapku, mencoba menata degupan kencang di dadaku. Ya Tuhan... aku melihat mata itu lagi dan mendengar suara itu lagi.

“Boleh donk, sini...” jawabnya dengan senyuman yang masih sama dua tahun lalu. Bibirnya kini berwarna merah muda lembut, menambah kecantikan di parasnya.

“Apa kabar?” pertanyaan klise yang keluar dari bibirku.

“Baik, donk. Kamu gimana?” ucapnya sambil menyuapkan kue ke bibir tipisnya.

“Aku baik, sama kaya kamu...” Aku menggaruk kepalaku yang tidak terasa gatal sedikitpun.

Pertemuan ini terasa seperti pertemuan pertama kami dua tahun lalu. Lila, gadis yang kukira sudah kutinggalkan di masa lalu, kembali melahirkan senyum dan tawa yang terasa asing namun sangat kurindukan.

Di tengah tawanya, tiba-tiba aku melihat ponselnya di meja bergetar. Kulihat nama Ardi memanggil. Lila hanya sesaat melirik, namun mengabaikannya. Setelahnya, semakin banyak getaran di ponsel itu. Pesan dari Ardi.

HAH! Aku merasakan amarah lama itu mendidih lagi. Ingin kurebut dan kubuang ponsel itu, tetapi aku hanya bisa mengepal tangan di bawah meja, pura-pura melanjutkan tawa yang sudah kehilangan seluruh kegembiraannya.

Lila akhirnya mematikan ponsel itu dan memasukkannya ke tas. “Lila, kamu masih pakai nomor yang lama atau...” belum selesai aku bertanya, dia sudah menjawab, “Nomorku baru, nanti aku sms kamu yaa. Eh, tapi nomormu masih sama?”

Aku langsung tersenyum mendengar ucapan Lila. “Iya, sama kok...” (sama seperti kamu yang masih ada di hatiku, lanjutku dalam hati).

“Oh iya, kamu ke sini sama siapa? Mau aku antar pulang?” tawarku, menghidupkan kembali mimpi memboncengnya dengan motorku, meskipun janji itu sudah lama kulanggar.

“Emmm... aku tadi diantar Bapak sih, tapi nggak apa-apa boleh kok kalau kamu mau antar, biar kamu tahu cat rumahku udah ganti warna, heheee...”

Lihat selengkapnya