Lindung

ambarajati
Chapter #7

Cara

Waktu berlalu terlalu cepat. Tidak terasa sudah waktunya makan siang. Dhira sejak tadi hanya memandangi layar laptop yang sudah kembali manjadi hitam. Pikiran mengenai Kiran dan Karti membuatnya tidak konsentrasi bekerja. Dia kembali menengadahkan kepalanya ke langit-langit. Kepala Anjani tiba-tiba muncul lagi dari balik partisi cubible. Kali ini dengan ponsel ditangan dan senyum yang menampilkan gigi-gigi putih rapih dari mulutnya. Dhira mau tak mau meladeninya karena Anjani terlihat sangat senang.

"Lihat, Mbak," katanya girang. Dia menunjukkan ponsel ditangannya pada Dhira. Ada video seorang bayi yang kira-kira berusia tujuh bulan sedang memainkan kedua kaki dan tangannya, seakan melambai pada sesuatu. "Lucu, kan?" tanyanya, berharap Dhira mengakui kalau bayi didalam video itu lucu seperti katanya.

Dhira mengangguk. "Lucu. Bayi siapa?" tanyanya.

Dipuji seperti itu, membuat senyum Anjani semakin manjadi-jadi. "Anakku, Mbak. Lucu, sudah bisa seperti itu dia." Dipandanginya video itu lekat-lekat dengan mata berbinar.

"Pengasuhmu yang kirim, Ni?" tanya Dhira lagi setelah memandangi video itu lekat-lekat. "Tapi seperti bukan video."

"Memang bukan, Mbak. Ini siaran langsung dari kamera dikamar anakku, hehehe," katanya dengan tawa. Dhira tertegun. "Minggu kemarin, aku beli ini setelah melihat ulasan di majalah, Mbak. Buat lihat kegiatan anak dirumah. Aku suka kangen soalnya."

"Oh, gitu ..."

"Coba, Mbak. Cocok, lho buat seperti kita ini, yang sama-sama wanita karir. Kita, kan jarang ada dirumah. Ya, setidaknya supaya tahu dirumah, anak kita melakukan apa saja atau kalau tiba-tiba kangen."

Dhira terdiam. Hari ini perkataan Anjani banyak yang kena kedalam relungnya. Dia tenggelam dalam pikiran memori setelah dua kata sederhana dari dari Anjani dan sekarang, Anjani seperti sedang memberinya solusi dari masalahnya. Tapi kemudian Dhira berpikir lagi. Jika Lingga tahu, dia pasti tidak akan setuju, apalagi ibunya sendiri yang menjaga Kiran.

Tapi ...

Anjani sudah kembali duduk dikursinya, masih memandangi ponsel berisi siaran langsung anaknya dengan wajah senang. Dhira bangkit dari duduknya, memunculkan kepalanya dari balik partisi.

"Kamu ... beli dimana?"

Sudah pukul lima sore. Langit diluar sana sudah berubah menjadi jingga. Tidak biasanya Dhira masih berada dikantor pada jam-jam seperti ini. Sebagian rekan-rekannya sudah pulang ke rumah masing-masing. Lampu dilantai area kerjanya sudah dimatikan sebagian, menyisakan keremangan yang menyiksa mata.

Dhira sudah mematikan laptopnya sejak setengah jam yang lalu, tapi dia tak juga beranjak dari duduknya. Matanya menatap dua buah kotak putih bertuliskan 'camera for infant' yang sudah berada dimejanya sejak setelah makan siang. Kotak yang membuatnya menhabiskan sisa jam kerjanya hanya untuk memutuskan akan membelinya atau tidak, dua hari yang lalu.

Ia memijat-mijat keningnya dengan perasaan ragu yang tiba-tiba muncul. Setelah terdiam dalam sunyi selama beberapa saat, ia berdiri dan akhirnya membuka salah satu kotaknya dengan cepat. Dhira terduduk lagi setelah melihat benda putih kecil itu ada didalam kotak.

"Sudah kubeli. Sekarang apa?" guman Dhira, kakinya memutar-mutarkan kursi beroda biru yang didudukinya dengan perlahan.

Lihat selengkapnya