Lindur Ungu

Silvia
Chapter #4

Roti-Roti Masam

Aroma dapur roti selalu masam dan aku menganggapnya rutinitas yang sewajarnya membosankan. Selesai makan pagi yang agak tergesa-gesa, aku menyapa Pak Arkad yang sibuk menguleni adonan roti. "Pagi, Pak Arkad." Aku sudah bisa menebak apa jawaban si koki bakery itu. Pasti jawabannya "iya".


"Iya."


Iya. Benar seperti dugaanku. Jawabannya sudah terprogram otomatis. Aku sempat mengira Pak Arkad tunawicara, karena ia sangat jarang bersuara. Namun ternyata ia bisa berucap "ya" dan "tidak". Alhasil aku menarik kesimpulan yang sok tahu, Si koki roti ini mengalami keterbatasan wicara. Kosakata yang dikuasainya hanya "iya", "tidak" dan "He-eh".

 

Dari ekor mataku, kuamati titik-titik peluh bertebaran pada dahi Pak Arkad. Dapur roti cukup luas, tapi luar biasa pengap. Dengan tanggap, Pak Arkad mengambil ikat kepala dan mengenakannya di dahi. Aman, peluh-peluh itu tidak sampai terjun ke adonan roti yang memang sudah beraroma acar, masam dengan sentuhan kecut yang menyengat. Lucu rasanya melihat topi koki yang tinggi bertengger tepat di atas ikat kepala warna hitam, serasa melihat seorang pendekar turun berlaga di dapur. Hahaha...

 

Aku mulai berjibaku dengan sepotong adonan roti. Tak lupa aku bercelemek putih dan memakai penutup kepala warna biru. Rambut ikalku yang kacau pernah menghebohkan toko roti ini. Seorang pelanggan yang cerewet protes keras mendapati helaian rambut ikal panjang menyelinap dalam roti keju berbau susu asam. "Sudah bau kecut, masih berhadiah rambut pula, panjang lagi!" Aku masih hafal isi omelan si pembeli. Jelas aku kapok dan tak ingin kembali dimarahi, maka rambutku kini tersembunyi dengan rapi.

 

Dengan mahir, Pak Arkad menguleni adonan hingga kalis. Aku tinggal membulatkan adonan itu dan menutupinya dengan kain, menunggu 45 menit hingga adonan membengkak jadi tiga kali lebih besar. Sembari menunggu, aku menyiapkan bahan isian roti, yakni apel manis, air lemon, essens rhum, kismis, dan gula secukupnya. Masih kurang mentega, aku membatin. Namun, anggaran roti yang murah meriah memaksa si mentega tercoret dari daftar bahan isi roti. "Ingat, mentega dipakai untuk bahan adonan saja." Bu Soek selalu wanti-wanti. Mentega yang diirit-irit itu juga nama palsu, "sebutan manis" untuk margarin curah yang bau tengik, mungkin masa edarnya hampir selesai maka dijual dengan harga miring.

 

Lihat selengkapnya