Setiap pagi memiliki ceritanya sendiri, begitu pula kisah absurd milikku yang tak kunjung tamat. Pagi ini, aku terbangun di dalam ruangan yang gelap buta. Aneh, pikirku, bukannya sudah kupasang lampu temaram, baik di kamar maupun ruangan tengah? Maklum, sejak kemarin, aku sendirian di sini, dalam rumah kayu nyatoh beraura suram, bahkan mendekati separuh-horor. Kutekan-tekan kenop lampu yang ternyata mati total. Inilah judul yang tepat untuk cerita hari ini:
Mati lampu atau padam listrik
Dengan tubuh kuyu aku berjalan ke dapur. Batallah kencan buta yang kutunggu itu. Aku tidak punya pacar. Kencan buta adalah kegiatanku bermain dengan komputer tua. Aktivitas sembunyi-sembunyi yang hanya bisa kulakukan di pagi buta atau malam buta. Jam yang kupilih untuk menghindari sidak a la Bu Soek. Si ibu kost memang jarang patroli di waktu buta, maksudku pagi-pagi sekali atau larut malam. Tentu perkecualian selalu ada, seperti pagi nahas kemarin, saat aku tertangkap basah di depan komputerku yang tercinta.
Roti sisa kemarin yang sudah kaku kuambil dari kulkas. Sengaja kudinginkan roti ini semalaman agar rasa masamnya berkurang. Roti masih dingin, menandakan listrik belum terlalu lama padam. Berhubung listrik mati, maka kuputuskan mencukupkan diri dengan bubur roti saja. Alat toaster sudah pasti mogok tanpa pasokan listrik. Untung gas masih ada.
Roti sekeras batu akibat kurang mentega itu kucelupkan dalam santan mendidih, sebelumnya roti kaku itu sudah kopotong-potong dengan golok daging hingga berukuran dadu, maklum sekaku batu, lalu kumasak dalam santan selama sepuluh menit. Sambil menunggu, kusiapkan sirup gula jawa, sekoteng, dan pacar cina untuk melengkapi sarapan prihatin ini. Yang penting gratis, pikirku, lumayan bisa hemat uang sarapan, karena roti ini roti yang terbuang lantaran tidak laku.
Aku berselonjor di lantai dapur, menguap keras karena masih mengantuk. Semalaman aku lembur menggosok panci berpantat gosong. Berbekal abu gosok, cuka, dan kuku kelingkingku yang tajam, panci itu berhasil diputihkan juga. Sial, sabut baja tua di dapur sudah rusak, mau beli yang baru, tidak punya uang karena belum gajian dan uang sakuku sudah rata, tinggal berkeping recehan yang kuikhlaskan untuk pengamen di toko roti. Untung hari ini terima gaji, semangatku kembali bergejolak.
Bubur roti masam bergolak tanda mendidih, kutuang dalam mangkuk keramik dan kulengkapi dengan yang manis-manis, karena dari pengalamanku, rasa asam dapat dilawan dengan air dan zat gula. Maka kutabrakkan sekaligus rasa sirup gula jawa, sekoteng dan pacar cina yang kuberikan gula ekstra. Rasanya masih masam, tetapi jauh lebih lumayan.
Sambil sarapan, aku merenung di depan meja komputer, mempertimbangkan apa kegiatan pagi yang menarik sebelum turun ke dapur roti. Baru saja aku berpikir-pikir, mendadak BYAR! Listrik kembali menyala. Tiga detik kemudian komputer tua ikut menyala, tanpa kusentuh sama sekali.