Lindur Ungu

Silvia
Chapter #16

Runaway Bride (2)

Aku tidak pernah memenangkan hadiah apa pun. Ternyata begini rasanya menjadi pemenang. Dadaku sesak oleh ribuan kata berawalan ter-. Yang jelas aku merasa terpilih dan tersanjung. Dan yang terutama, bangga setengah mati hingga tubuhku terbang tinggi menyentuh langit-langit kamar, setidaknya di dalam angan-anganku. Kebetulan sekali, nama si hadiah juga mengandung kata "ter". Kucubit lenganku berkali-kali sebelum kuangkat benda pipih hitam itu, selayaknya membanggakan piala yang bergengsi.

 

Pemenangnya adalah ... Lindur Ungu! Dan hadiahnya adalah ... komputer jinjing mini alias mini notebook si idaman hati! Ah! Ini terlalu gila! Lebih gila lagi saat kudapati sebuah perangkat modem Wifi menyempil di dalam kardus laptop. Yayy! Bisa internetan tanpa khawatir, nih! Aku tidak sempat berpikir tentang uang pulsa, toh ada bonus kuota data 50 GB. Sebodo amat lah, karena jantungku berderu seru, tidak siap menghadapi kejutan yang terlalu mengejutkan ini.

 

Kukagumi si notebook mungil dari berbagai sudut. Gacoanku ini memang sempurna. Kantuk dan lelahku terbuang jauh-jauh di malam penuh tanda seru. Sudah lewat pukul delapan malam dan aku masih bersibuk dengan "mainan" baru, mengutak-atik notebook anyar, yang canggih purnarupa, terkecuali aplikasi pengolah katanya yang mandek gara-gara file yang korup. Di tengah kegalauan, aku teringat, paket ajaib belum tuntas kubedah. Apa ya isi kotak ketiga, yang persis di bawah dus laptop?

 

Tidak percuma aku di-survey, karena Harian Swara Petang memahami kebutuhan pelanggannya. Mentang-mentang mengaku sebagai penulis, aku diganjar bonus dua kitab sakti, Tesaurus Bahasa Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi revisi terbaru! Persenjataanku sebagai penulis sudah lengkap, tinggal menghubungi si L untuk menjadikannya kian sempurna.

 

"Halo, L, sobatku yang baik." Aku merayu dengan lagak merindukan obrolan dengan sahabat maya "tercinta". Aku menaruh harap, si L segera online, karena keterangan di sudut kiri atas layar ponsel mengabarkan, terakhir kali si L terlihat sekitar lima jam yang lalu.

 

"Halo, Jeng! How may I help you? Ada yang bisa kubantu, Jeng?" Si L memberi jawaban kilat hanya dua menit setelah kuhubungi. Seperti skenario sinetron tanah air, doi bisa pula menebak aku butuh bantuan besar.

 

"Kirimi aku patch update aplikasi DROW OFFICE dong. Kayak yang lu kirim buat gue tempo hari itu." Aku ingat, aplikasi pengolah kata di mendiang komputer tuaku juga pernah error, dan bisa berjalan normal setelah si L mengirimiku file berisi patch update yang istilahnya bisa "menambal" file yang raib atau korup.

 

"Lho? Bukannya komputer siluman itu udah raib? Hayo ketahuan, you ternyata cuma PUSKIN ya. Diam-diam udah punya yang baru, kan?" Emotikon kiriman si L seperti menuding hidungku, simbol tangan berotot yang menunjuk lurus ke arah depan.

 

"Apa itu PUSKIN? Pusat Informasi Kekinian, ya?" Aku yang tak ingin jatuh gengsi menebak asal jadi. Sok cerdas aku ini.

 

"Ahahaha! Bukan, lah. Maksudku PUSKIN itu pura-pura miskin. Bukannya baru kemarin lu meratap-ratap gak mampu beli kompu yang baru?"

 

Dengan semangat, aku bercerita tentang "hadiah kaget" dari koran Swara Petang, goodie bag yang ternyata membawa "teman-teman" yang di luar dugaan. Aku cukup yakin, akulah peserta survey yang paling banyak tertimpa mujur. Bayangkan, cuma survey biasa malah berbonus barang mewah. Sebetulnya berhadiah buku saja sudah bagus, apalagi ini dihadiahi notebook yang notabene bukan buku catatan biasa.

 

Lihat selengkapnya