Lindur Ungu

Silvia
Chapter #26

Madre, Bukan Ibu (1)

"Hahaha!" Semua orang berkata, tertawa itu sehat. Namun jarang ada yang berpendapat, menangis juga tindakan yang sehat. Ini bukan suatu kekononan, penelitian ilmiah membuktikan, menangis adalah detoks alamiah tubuh manusia, bahkan dapat menyembuhkan bermacam penyakit kronik. Aku tidak bermaksud sok pintar, karena keterangan ini kukutip langsung dari buku yang dipinjamkan Tante Tira, judulnya Detoks Itu Mudah: Kiat Tetap Langsing dan Awet Muda Sepanjang Masa.


Motivator bangkotan yang pernah sangat kusanjung berkata, saat hatimu kalut sekalipun, jangan mempersalahkan keadaan. Karena "keadaan" dibentuk dari kata "ada", maka ciptakanlah peluangmu sendiri agar kemujuran ada dan berpihak padamu.


Kini, setelah membaca buku pinjaman Tante Tira, aku makin mafhum, saat mood sedang kalut-simpang-siur, jangan menyalahkan situasi, tetapi salahkan saja kadar mangan dalam tubuh kita. Mangan? Serius, logam transisi dengan simbol Mn dan nomor atom 25 itu menjelma senyawa enzim oksida dismutase saat bercokol dalam hati, ginjal, tulang, dan pankreas manusia. Kadar mangan yang berlebihan mengakibatkan mood tidak sehat, dan air mata adalah cara efektif untuk menyembuhkannya. Itulah proses detoks yang kumaksud.


Dengan menangis, air mata mengalir, meluruhkan kadar mangan dan kortisol dalam tubuh, sekaligus melepaskan endorfin dan oksitosin, duet hormon tubuh yang menggembirakan mood. Pantas sore ini, tubuhku terasa ringan, setelah tertawa dan menangis sepuasnya bersama Ippe-chan, kini menjadi sahabat jenaka terbaik yang pernah kumiliki, seumur hidup ini.


"Ha-ha-ha-ha!" Ippe-chan tertawa terputus-putus sambil mengusap air matanya yang terus mengalir. Aku dan si lugu ini memang tidak menangis, tetapi air mata kami mengalir, mengeluarkan senyawa mangan yang berlebihan dalam tubuh, menenangkan mood yang sempat tegang disidang sepanjang siang oleh penguji galak yang bernama Tante Tira(n). Lonjakan denyut jantung dan tekanan darah pun berangsur menurun.


Sekadar kilas balik, kelalaian Ippe-chan dan insiden mati lampu sebagian di dapur roti Tante Tira menjadi biang keladi lelucon ini. Saat jam kerja baru dimulai, tiba-tiba sebagian lampu dan perangkat listrik mati serentak, seakan diaba-aba. Rupanya ada sekering yang jatuh akibat korsleting. Ippe-chan kepanasan dan melepaskan masker birunya, karena penyejuk ruangan ikut mati dan dapur roti yang sudah di-upgrade ini tak memasang jendela atau lubang angin. Sempat kegerahan sekian belas menit, kami lega karena masalah listrik akhirnya teratasi dan aktivitas dapat kembali dilanjutkan.


Ippe-chan segera merogoh saku apron, kembali mengenakan masker, lantas menyapa Tante Tira yang memunggungi dirinya, mungkin hendak menanyakan sesuatu. Penampakan si gadis pasti mengagetkan, karena Tante Tira terlonjak, mimik ngeri di wajah runcing sang tante mengingatkanku pada topeng hantu dalam film horor I Know What You Did Last Summer. Aku terbawa suasana, tercengang-cengang menanti adegan yang mendebarkan.


"ASTAGA! Apa-apaan ini! Kau ingin aku mati terkejut ya?" Bentakan Tante Tira demikian keras hingga kurasakan baskom adonan di atas meja berguncang ringan. Buru-buru kupegangi si baskom malang agar tidak terpelanting ke atas lantai.


Ippe-chan, sasaran hardikan Tante Tira, nyaris terhempas jatuh. Tubuh mungilnya terhuyung, tampak mencengkeram dadanya sendiri sambil berujar, "Yabai ... ara ma, nante koto ... da." Suara bahasa Jepang yang terbata itu lirih diringkus oleh masker tebal. Aku yang menonton kejadian terheran, apa yang mengejutkan dari penampilan Ippe-chan, karena kebetulan si gadis berdiri memunggungi diriku.


Spontan kututupi mulutku yang terbelangah, tak menyangka ikut tercengang kala Ippe-chan menoleh, memohon dukunganku dengan sangat. Ippe-chan menutupi mulut dan hidungnya dengan masker "jonggos", masker kocak semi horor yang dibelinya dari toko perlengkapan cosplay. Sudah barang tentu, di mata Tante Tira, lukisan seram pada masker tampak seperti sungguhan, karena Tante Tira rabun jauh ringan, tetapi enggan memakai kacamata karena takut terlihat tua.


"Ada apa ya, Oneesan?" Tatapan mata dan suara linglung Ippe-chan meyakinkanku, si gadis lugu tak sengaja memakai masker bergambar bibir jontor menyeringai, mengobral gigi-gigi tonggos plus taring runcing-runcing menyeramkan.


"Ada apa katamu? Ini, lihat kecantikanmu di cermin. Kan sudah kubilang, simpan saja ulah konyolmu itu. Kok kau malah sengaja, ya, ingin pamer di depan hidungku?" Tante Tira memukul-mukul dada kirinya, sementara tangan kanannya mengacungkan nampan roti stainless steel, agar Ippe-chan leluasa "menikmati" pantulan parasnya yang "menawan hati".


Reaksi Ippe-chan sebetulnya mudah ditebak. "Ara ma!" Ia memekik kencang sambil membungkukkan badan berkali-kali. "Sumimasen, eh, maaf, Ibu, eh, bukan, Tante, eh, juga bukan, maksudnya Nyonya Tan ..." Tak terduga lidah gagap Ippe-chan menciptakan nama baru untuk Tante Tira. Aku maklum, maksud hati ingin menyebut "Nyonya Bos", Ippe-chan justru tergelincir mengucap "Nyonya Tante", gara-gara latah meniruku yang menyapa Tante Tira dengan sebutan "tante".

Lihat selengkapnya