Aku percaya di ujung sana, ada sesuatu yang indah sedang menunggu. Tinggak kita yang menentukan, tetap berjalan lambat atau berlari segera menggapai.
“Bunda....” sebuah tangan kecil menangkup telapak tangan yang terasa halus namun lemah tersebut. Mengusapnya lembut, lalu menempelkan diwajahnya.
“Kata bunda, kalau Nanta cengeng, Nanta nggak boleh jenguk Bunda. Sekarang Nanta kuat. Lihat, Nanta nggak nangis lagi kayak kemarin.”
Wanita itu mengangguk samar. Bibirnya yang kering dan pecah-pecah tersenyum tulus walau terasa kaku. Hatinya menghangat ketika merasakan kecupan-kecupan kecil di telapak tangannya.
Setelah lama tak ada suara selain bunyi alat medis yang mendominasi dan tatapan mata yang tak mau melepasjan pandangannya, anak lelaki itu mendekat, melakukan permainan yang biasa ia mainkan dengan sang bunda.
“Nanta sayang bunda,” bisiknya di telinga bunda, lalu mendekatkan telinganya sendiri ke bibir bunda. Anak itu tersenyum ketika menangkap suara lirij bunda yang sama dengan ucapannya.
“Nanta lebih sayang Bunda,” melakukan sesyatu yang sama, anak itu lsgi-lagi tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapi dan terawat.
“Nanta lebiih ... Sangaat ... Sayang bunda selamanya.” Anak itu berucap dengan semangatnya dan gerakan tangan yanh memperagakan. Anak itu tertawa terpingkal. Mungkin merasa geli dengan ucapannya. Setelah beberapa saat, taka ada suara selain gelak tawanya sendiri. Kemudian, usapan halus dipelupuk matanya menandakan bahwa ia harus berhenti tergelak. Dengan sisa tawanya, ia menangkap punggung tangan bunda. Mengusap air matanya di jemari sang bunda.
“Ini, bukan karena nanta melihat kondisi bunda yang nggak sama seperti dulu. Bukan juga karena kecewa. Tapo karena Nanta bersyukur sama tuhan. Tuhan memberi Nanta bunda yanv cantik, sayang sama Nanta. Tuhan memang sesayang itu sama Nanta ya, bun?”
Anak itu menghela napas. Kalimat tanya itu menjadi akhir ucapannya meski masih banyak hal lain untuk diceritakan. Suaranya mulai bergetar dan jika ia mengucapkan satu frase lagi, mungkin itu akan menjadi rengekan. Anak itu tersenyum memandangi wajah pucat bunda, sampai ketika mulut bunda terbuka. Anak itu mengerti dan segera mendekat untuk mendengar suara bunda.
“Bunda cinta anak manis bunda, Nanta ...,”