Lintang Waktu

Inya Sidhyadahayu
Chapter #3

2 : : Bara Yang Aneh!

Jika amarah tak kunjung dapat diredakan oleh hasrat dalam pikiran, maka tenangkanlah menggunakan hati. Karena ketenangan dan segala hal indah dalam dunia ini tak hanya dapat dibayangkan oleh pikiran, ataupun dilihat oleh mata. Tapi itu semua, hanya dapat dirasakan oleh kedamaian hati dan ketegaran jiwa.

•••

Suasana kelas menjadi hening ketika semua murid sibuk berkutik dengan buku tulis mereka masing-masing.

Matematika.

Satu hal yang sebenarnya sangat tidak disukai oleh beberapa murid karena otak mereka terasa seperti diperas secara perlahan. Apalagi ketika disuruh menjawab rentetan soal matematika yang jawabannya bisa beranak. Rasanya ingin sekali otak mereka meledak lantaran tak kuat.

Anneta menyenggol lengan Bara, membuat cowok itu langsung menoleh ke arahnya. "Gue udah selesai ngerjain semua soal tentang limitnya nih, mau dibantuin nggak?" tanya Anneta pelan, berharap agar Bara dapat membaca gerak bibirnya.

"Nggak usah, makasih," jawab Bara singkat, kemudian lanjut menggambar di salah satu lembaran kertas.

Anneta kembali menyenggol lengan cowok itu, hingga gambaran indah Bara tercoret karena ulahnya.

"Ck!" Bara berdecak.

"Kok lo malah menggambar sih? Kan sekarang jam matematika. Nggak bisa jawab ya? Sini gue bantu ngerjain," Anneta menarik buku matematika milik Bara.

Tapi dengan cepat Bara menahan bukunya yang hendak ditarik oleh gadis itu. "Gue bilang, nggak usah!"

"Loh, gue cuman mau bantu," ucap Anneta seraya memperagakan hal yang sedang ia ucapkan agar Bara lebih mengerti bahasa isyaratnya.

Bara menghembuskan napas, "Gue udah lebih dulu selesai daripada lo," jawab Bara jutek seperti biasa. Anneta terdiam seribu bahasa, raut muka cemberut kembali terpatri di wajahnya ketika melihat Bara dengan sikapnya yang super jutek itu. Anneta berpikir bahwa mungkin saja Bara kesal dengannya karena telah diganggu tadi.

Cowok datar tanpa ekspresi itu menghapus coretan dari gambarnya. Tangannya kembali menggambar lekukan wajah oval beserta rambut bergelombang indah pada kertas binder itu. Goresan demi goresan dari pensil 2B miliknya, berhasil menutupi bekas coretan yang tak bisa dihilangkan oleh penghapus karet begitu saja.

Anneta merasa sedikit ragu. Gadis itu menggigit bibir mungilnya karena merasa telah bersalah, "Oh, maaf," sahut Anneta gugup sembari melihat Bara yang masih fokus menggambar.

Bara hanya terdiam, sama sekali tak menjawab Anneta yang sedang meminta maaf kepadanya. Menyadari tak ada balasan apa pun dari pemuda itu, membuat Anneta menepuk jidatnya sendiri. "Aduh bego! Dia sekarang kan nggak lagi liat gue. Pantesan aja nggak dijawab, orang dia nggak bisa denger," gerutu Anneta sendiri.

Bara menghentikan aktivitas tangannya yang sedari tadi sibuk menggambar. Cowok itu terdiam sejenak, kemudian kembali menatap lurus ke arah Anneta yang sekarang sedang menatapnya juga.

Satu detik, dua detik ... tujuh detik, Bara langsung merasakan ada hal aneh dalam dirinya ketika melihat gadis itu dalam waktu yang lumayan lama. Ada sentakan rasa nyeri tiba-tiba menjalar di seluruh tubuhnya. Bagaikan tersengat listrik yang bertegangan tinggi, membuat tubuh Bara terasa seperti disetrum seketika. 

Kepalanya terasa seperti dibenturkan pada benda keras berkali-kali, memberikan rasa sakit yang begitu dalam. Bara memegang kepalanya dengan kedua tangan, berusaha untuk meminimalisir kesakitan hebat yang ia sedang rasakan sekarang. Sekelebat bayangan datang dan melintas di kepalanya, memberikan rasa sakit yang luar biasa. Sungguh, ia tidak mengerti akan apa yang ia alami saat ini. Tangannya mencengkeram erat kepala itu, dan dunianya terasa berputar ketika ia menatap Anneta lebih lama. Ada apa ini?

"Bara? Lo nggak apa-apa?" tanya Anneta kebingungan sekaligus merasa panik dalam hati.

"Aarrgghh!!" teriak Bara, kemudian membuang wajahnya menjauhi Anneta. Hingga sekelebat bayangan dengan rasa sakit di kepalanya itu menghilang seketika.

Seisi kelas tersentak. Semua orang mengalihkan pandangan mereka ke arah Bara.

"Bara kenapa?"

"Nggak tau!"

"Bara?!" teriak Dimas kaget. Pemuda itu menghampiri sahabatnya. "Lo kenapa?" bisiknya.

Bara terdiam ketika sentakan nyeri itu benar-benar terhenti. Dia berusaha bernapas normal saat ini. Apa itu barusan? Ada apa dengan dirinya?

Anneta yang juga terlihat panik, memegang pundak Bara untuk memastikan kondisinya. Sengatan tajam itu kembali dirasakan Bara ketika tangan Anneta menyentuh pundaknya sekarang. Dengan kasar Bara menangkisnya.

"Ba... Bara?" Suara Anneta terdengar bergemetar.

"Jangan sentuh gue!" tegas Bara ke Anneta.

"Bara? Ada apa?" tanya Pak Budi yang langsung menghampiri.

"Lo nggak apa-apa, Bar?" Kini Zara bertanya.

"Tenang, Bar. Tenang," ucap Dimas menenangkan.

Bara terdiam sejenak. Debas napas terdengar dari pemuda yang kini sedang berusaha menetralkan dirinya. Selama ini, hanya hal-hal tertentu yang dapat membuat sengatan, sentakan dan rasa sakit hebat dalam dirinya datang secara tiba-tiba. Tapi kenapa Anneta termasuk salah satunya? Bara sungguh tidak mengerti akan hal yang baru saja terjadi.

Anneta bungkam sekaligus ketakutan di kala pemuda itu berubah sikap setelah melihat dirinya. Apa ada sesuatu yang salah dengannya?

☁☁☁

Lihat selengkapnya