Hari ini adalah hari yang dijanjikan Zani untuk mencariku. Rasanya aku sangat ingin tahu, dengan cara apa dia akan menemukanku. Sejujurnya mudah untuk mencariku, jika tidak ada di rumah, tentu saja aku ada di kampus. Jadi setidaknya aku bukanlah orang yang sulit untuk ditemukan. Hanya saja aku sangat menyukai cara-caranya yang aneh untuk menemukanku.
Hari ini aku pergi ke kampus, tak banyak yang berbeda. Hanya saja kali ini aku diantar mama dengan mobilnya. Aku memang tidak lebih canggih dari mamaku. Aku tidak bisa mengendarai apapun, bahkan naik sepeda saja aku harus selalu terjatuh di belokan. Dan rasanya tantangan terberat dalam hidupku adalah saat berkendara dan aku melihat ada belokan dihadapanku. Pagi ini mama mengantarku, karena setelah mengantarku, mama akan ke sekolah Arlen adik perempuanku. Katanya Arlen akan mewakili sekolahnya untuk mengikuti kompetisi olimpiade matematika tingkat SMP se kota Bandung. Mama ingin memberikan semangat kepada putrinya yang sangat pintar itu.
Kampusku sudah di depan mata, aku melihat kearah gerbang kampus dan berharap ada Zani dengan kreseknya sedang menungguku. Tapi aku tak melihat seorangpun disana menungguku. Aku kecewa tak melihat senyumannya pagi ini. Tapi rasanya akan terlalu dini untuk bersedih. Aku tahu dia akan hadir membawa kejutan seperti biasanya. Meski aku tahu pagi ini dia tak hadir, tapi mataku masih saja menyapu seluruh kampus, berharap ada dia disana. Tetapi kali ini dia memang tak datang. Aku berharap walaupun hanya untuk sedetik, luangkanlah. Secepatnya datangi aku. Tapi tak kunjung kulihat kehadirannya yang semakin meyakiniku dia tak datang. Rasanya tubuhku seperti ringan karena kesalnya, aku sungguh kecewa.
Sesampainya di kampus aku melihat ada secarik kertas yang menepel di mejaku. Tak tahu siapa pengirimnya, sampai aku membacanya isi surat yang berisi :
Hai Leon
Maaf karena hari ini aku tidak bisa menemuimu, meskipun sejujurnya aku sungguh ingin melihat betapa dirimu bertambah cantik setiap harinya. Orangtuaku datang untuk berkunjung, aku sangat merindukan mereka, meskipun aku juga sangat merindukanmu. Setelah urusanku selesai, aku akan segera menemuimu dengan caraku. Jika kamu mau, aku akan membawamu datang pada calon orangtuamu, sama halnya dengan aku yang bertemu dengan calon orangtuaku.
Bye
Zani.
Ada rasa lega karena dia tidak menemuiku bukan karena dia tidak menginginkanku lagi. Tetapi karena dia harus menemani dan bertemu orangtuanya. Tapi rasanya rasa takut itu terasa semakin nyata. Aku yakin jika orangtuanya tahu tentang keberadaanku, mereka pasti akan meminta Zani untuk segera menjauh dariku. Sama halnya dengan jika mama tahu tentang latar belakang Zani yang sebenarnya, aku pun akan dipaksa untuk menjauh darinya.
Hari ini Rani masuk kuliah. Itu karena kesempatan ijinnya pasti sudah habis. Kalau saja dia masih tidak masuk, dia tidak akan diperbolehkan mengikuti ujian akhir. Semakin hari aku semakin melihat bahwa matanya begitu lelah. Dia semakin layu, tidak sesegar pada saat pertama kali bertemu denganku di awal perkuliahan. Aku menyenggol tangannya, berusaha untuk membebaskannya dari rasa kantuk. Tidak heran dia slalu mengantuk di kampus, aku yakin tadi malam dia hanya tidur saat menjelang fajar. Ditambah dengan dia sekarang hanya tinggal sendirian. Aku mengajaknya untuk makan siang bersama sepulang kuliah nanti. Bukan Rani namanya jika tidak mau di ajak jalan. Dia langsung mengangguk dan aku langsung melihat wajahnya seperti matahari yang bersinar.
Mata kuliahku sudah selesai, aku sengaja tidak meminta mama untuk menjemputku sepulang kuliah. Karena awalnya kukira aku akan bersama Zani hari ini. meskipun aku kecewa, tetapi setidaknya aku masih punya teman yang liar tapi menyenangkan dan cukup menghiburku. Segera kuselipkan tanganku di tangan Rani yang dia masukan ke dalam jaketnya. Aku ingin mentraktirnya hari ini, tapi aku tidak mengatakannya sekarang. Karena jika aku memberi tahunya terlebih dahulu, dia akan memesan banyak makanan karena sudah curi start untuk membuat list makanan apa saja yang akan ia makan.
Seperti biasa kami berdua menuju mall dekat dengan kampusku, tempat yang paling sering kami kunjungi dan juga menjadi tempat yang memiliki kenangan antara aku dan Zani. Apalagi saat melihat halte bi situ, aku seolah melihat diriku sendiri sedang berdiri bersamanya. Sekarang aku belum benar-benar kehilangannya, tetapi aku sudah merasa kesepian dan rindu dampai membuatku sulit bernafas.