LIRIK LANGIT

Danri AS
Chapter #2

BAB 2 - Pancasila

Ronal langsung berlari membawa bola pulang, ia takut di pukul oleh ibunya. Pertandingan terpaksa selesai, karena bola sudah di bawa pulang oleh Ronal.

Anak-anak seusiaku selalu bermain bersama, jumlah tak menentu tetapi bisa dikatakan selalu ramai. Kami tidak mengenal permainan individu, yang bisa dilakukan satu orang saja kecuali memancing. Itu pun ketika memancing sangat jarang kami lakukan hanya sendiri. Memang tidak bahagia melakukan aktivitas di luar rumah sendiri. Aku dan temanku yang lain akan merasa kehilangan, jika salah satu dari kami tidak bisa ikut bermain bersama.

Semua pulang penuh tawa, kecuali Ronal yang berlari ketakutan. Namun esok ia pasti akan ceria kembali, sebab hal itu sudah sering terjadi bagi kami.

Hari selasa, semua murid berbaris di halaman sekolah sebelum masuk ke dalam ruangan kelas. Setelah menyanyikan lagu nasional Garuda Pancasila, aku di suruh bu Yanti mengucapkan Pancasila. Aku mengucapkan sila pancasila, murid yang lain mengulangi perkataanku. Sila ke-4 aku salah menyebut, “Keadilan sosial bagi seluruh rakya Indonesia” kataku dan murid murid lain tertawa, kemudian bu Yanti menghampiriku.

“Saga! Kau hafal pancasila?” kata bu Yanti. “Saya hafal bu” kataku dengan suara pelan. “Kenapa kau menukar sila ke empat dengan sila ke 5?” kata bu Yanti. “Dia tertukar sendiri bu” kataku. Bu Yanti membuka topiku dan memukul ke kepalaku. “Ulangi dari sila pertama Saga” kata bu Yanti.

Sewaktu ibu Yanti berjalan membelakangiku, ia menuju podium tempat dia berdiri. Aku bertanya kepada Bram dengan suara pelan, kebetulan Bram ada di sampingku. “Bram nanti di sila ke empat ajari aku ya, kau mengucapkannya pelan aja” kataku. “Ahh kau nanti perlu berguru padaku itu aja tidak tau, iya aku ajari kau nanti Saga” kata Bram. Bu Yanti menyuruh, supaya segera memulai mengucapkan pancasila kembali.

Aku mengulang kembali, ku ucapkan satu persatu sila pancasila dengan suara kuat. Setelah selesai sila ke-3, aku terdiam sejenak karena Bram belum bersuara. “Bram apa sila ke empat?” kataku. “Aku juga lupa-lupa ingat” kata Bram. mendengar ucapan Bram, aku terdiam dan kesal, seakan dia pandai dan hafal pancasila. Semua terdiam menantikan aku berbicara, tiada satu kata pun keluar dari mulutku untuk sila ke empat.

Bu Yanti menyuruh Wati menggantikanku! Wati mengucapkan sila ke-4, aku sadar kenapa murid-murid lain diam dan tersenyum. “Kau sengaja ngerjain aku Bram!” kataku. “Tidak Saga, aku tadi lupa sama sepertimu” kata Bram. Muka kesal, aku memplototi Bram. Sebenarnya aku hafal pancasila, seandainnya di ucapkan dengan cepat tanpa harus berhenti terlebih dahulu.

 Selesai baris aku tinggal di barisan, bu Yanti menghampiriku dan menyuruh menulis pancasila sebanyak lima lembar dan di kumpul besok.

Lihat selengkapnya