Aku pulang sekolah, ibu sedang memasak daun singkong dan ikan teri. Ibu menghidangkan makanan di meja, kerupuk yang di dalam toples kami makan bersama. Setelah makan siang selesai, aku, ayah dan bang Simal pergi memberi makan ikan ke kolam. Selain berladang ayah juga mempunyai sepetak kolam ikan, berisi ikan mas dan ikan nila. Ayah terkadang memberi makan ikan dengan pellet, dan kami pun pergi bertiga naik sepeda motor ayah.
Sesampainya di kolam, ayah menaburkan makanan ikan ke kolam. Bang Simal berdiri di samping ayah, sambil melihati ikan di dalam kolam. Ayah pergi ke gubuk mengambil cangkul, sebab pinggiran kolam retak akibat hujan deras tadi malam. Ayah memberikan satu cangkul kepada bang Simal, satu cangkul lagi untuk ayah. Aku disuruh ayah menemani bang Simal. Ia di suruh ayah mengambil tanah untuk menimbun pinggiran kolam yang retak.
Bang Simal mencangkul tanah, kemudian membuat ke dalam karung. Ketika ia mengangkat karung berisi tanah, dia terperosot masuk ke dalam kolam. Bang Simal basah kunyut, ayah dan aku langsung berlari ke arah kolam.
Ayah mengulurkan tangan, menarik bang Simal keluar dari dalam kolam. Ayah bingung kenapa bang Simal bisa di dalam kolam. Bang Simal mengatakan, pinggiran kolam yang dia pijak licin dan kemudian terperosot. Bang Simal mengatakan ia memang belum pernah kerja di ladang, karena lahan pertanian di kota tidak ada. Setelah jatuh dari kolam, bang Simal masih semangat ingin melanjutkan kerja. Ia memakai sandal, ingin bergegas ke tempat mengambil tanah. Ayah menyuruh bang Simal melepas sandal, sebab kalau kerja memang sandal selalu di lepas.
Selesai memperbaiki pinggiran kolam, ayah mengajak bang Simal membersihkan badan dari lumpur kolam. Kami pergi ke sumur dekat kolam, tempat ayah mandi jika malas mandi di rumah. Bang Simal langsung membuka pancur air sumur yang terbuat dari bambu, air sumur pun keluar dengan kencang. Bang Simal berada di bawah pancur, ia mandi seperti seorang anak-anak, ia menikmati karena airnya bersih dan membuat badan terasa segar.
Pinggiran kolam selesai di timbun, kami bergegas pulang. Bang Simal berada di belakang ayah, aku duduk di depan ayah. Sepeda motor ayah sudah tua, tetapi masih bisa berjalan baik. Ayah melajukan kereta dengan pelan.
Hari ini adalah hari minggu dan menjadi hari kesukaanku. Bang Simal duduk di teras rumah, dan ibu menghampiri sambil berkata “Simal kau tidak pergi kegereja hari ini?”
Bang Simal hendak menanyakan gereja terdekat, tetapi ibu terlebih dahulu menanyakanya. Ibu menyuruh aku, menemani bang Simal ke kampung sebelah menunjukkan gereja. Orang - orang di tempatku tinggal memang mayoritas agama islam, kebetulan gereja sekitar sepuluh menit naik kendaraan. Bang Simal bergegas menganti pakaian, ia memakai kemeja berwarna coklat dan celana hitam.
Kami pergi ke gereja menggunakan sepeda motor ayah, kebetulan sepeda motor di rumah. Di jalan aku melihat Bram memanjat pohon jambu. Aku menyuruh bang Simal berhenti sejenak, lalu aku memghampiri Bram.