Besok pagi setelah sarapan, ayah dan bang Simal pergi ke ladang. Saat di ladang, bang Simal memfoto pohon cabai ayah. Bang Simal kemudian membuat di media sosial, agar para tengkulak lain bisa melihat. Setelah itu mereka berjalan menuju tempat parkir. Ketika di jalan ayah bertanya kepada bang Simal, tentang cita-citanya.
“Nak Simal, setelah menyelesaikan kuliah, pingin jadi apa?” kata ayah. “Aku ingin menjadi orang berguna bagi banyak orang pak” kata bang Simal. “Kalau itu bapak tau, karena semua orang pasti bermimpi menjadi orang berguna bagi orang lain. Bapak juga berguna kok bagi orang lain, bapak menanam cabai dan orang lain memakanya. Apa kau mau jadi seperti bapak, seorang petani?” kata ayah. “Aku pingin jadi menteri pak” kata bang Simal sambil tersenyum. “Ooo bagus itu nak Simal, kamu mau jadi menteri apa nak?” kata ayah. “Kalau Tuhan ijnkan aku pingin jadi menteri sosial pak” kata bang Simal.
“Bapak berpesan, kalau kau sudah sukses jangan lupakan orang-orang desa ini. Kelak kalau kau berhasil jadi menteri, jadilah menteri yang betul-betul berguna bagi bangsa dang negara. Jangan jadi menteri hanya di kenal namanya saja, tetapi bukti nyata kerjamulah harus dikenal masyarakat bukan namamu” kata ayah. “Iya pak” kata bang Simal.
Malam harinya, pak Muhammad datang ke rumah mencari bang Simal. Ternyata tujuan pak Muhammad menjumpai bang Simal, untuk kebersedian bang Simal mengajar di sekolah. Kepala sekolah sebelumnya telah menjumpai pak Muhammad, ia menyuruh bang Simal mengajar di sekolah sementara waktu. Bang Simal bersedia menerima tawaran dari bapak Muhammad. Ia mengajar sebagai guru olahraga, sebab pak Yunus sebagai guru olahraga sedang sakit dan di rawat di rumah sakit.
Pagi hari ini adalah hari senin, dan hari pertama bang Simal mengajar. Saat berbaris, pak Harto memperkenalkan bang Simal sebagai guru olahraga pengganti sementara. Bang Simal memeperkenalkan diri, ia berkata bahwasanya dia tinggal di rumahku.
Setelah selesai berbaris semua murid masuk ruangan. Mata pelajaran pertama olahraga, sebelumnya olahraga setelah jam pelajaran matematika. Tetapi jadwal mata pelajaran untuk beberapa mata pelajaran berganti waktu. Setelah selesai mengganti pakaian olahraga, semua berkumpul di lapangan. Pelajaran olahraga di kelas enam, menjadi awal pekerjaan bang Simal sebagai guru.
Kami duduk di tanah melihat bang Simal, ia memperagakan posisi berlari yang baik. Semua murid mempraktekan teknik yang di perlihatkan bang Simal. Aku, Mikel dan Bram, di suruh lomba lari, yang lain duduk sambil memperhatikan. Bang Simal menghitung mundur dari angka tiga sampai angka satu. Setelah angka satu di ucapakan, semua langsung berlari secepat mungkin. Aku menjadi yang tercepat, teman-temanku bertepuk tangan. Begitulah selanjutnya, semua mendapat giliran melakukan lomba lari.
Selesai latihan teknik lomba lari, bang Simal menyakan tentang cita-cita. Bram berbicara ingin menjadi petani sukses yang punya rumah, mobil, dan beserta lahan pertanian luas. Setelah Bram, aku berdiri menyampaikan cita-cita ingin menjadi bupati. Lalu Bram mengatakan, kalau aku nanti jadi bupati supaya hasil pertaniannya aku borong selalu. Sontak murid-murid yang lain tertawa, akibat ucapan Bram padaku.
Bang Simal berkata, apapun cita-cita harus berjuang dan berserah pada Tuhan. Jangan pernah irih kepada orang lain, sebab rezeki manusia sudah diatur oleh Tuhan. Wati bertanya terkait cita-cita bang Simal. Bang Simal mengatakan bahwa cita-citanya pingin jadi menteri. Lonceng pergantian mata pelajaran berbunyi, semua bergegas mengganti pakaian, sebab mata pelajaran mate-matika adalah pelajaran selanjutnya.
Setelah pelajaran mate-matika berlangsung selama 45 menit, lonceng istrahat berbunyi dan membuat aku lega. Sebab mata pelajaran pertama olahraga, membuat merasa haus dan bergegas pergi ke kantin dengan Bram. Kantin tempat minum sambil berkumpul, dan bercerita-cerita tentang bang Simal.
”Saga! Bang Simal tinggal di rumahmu ya?” kata Mikel. “Iya Kel. Kami satu kamar pula tidur di suruh ayah” kataku. “Dia itu, seorang guru dari kota ya?” kata Mikel. “Bang Simal itu seorang mahasiswa dari kota” kataku.
“Kok masih mahasiswa, sudah mengajar seperti guru di sekolah kita?” kata Wati. “Kamu mau tau, jawabanya Wati?” kata Bram sambil tersenyum. “Iyalah Bram” kata Wati. “Itu kepala sekolah lagi beli sesuatu, tanyakan aja sama beliau” kata Bram sambil menunjuk kearah kepala sekolah. “Hmmmmm” kata Wati sambil muka kesal. “Jangan langsung marah tuan putri, nanti kau cepat kayak nenekku mukanya kriput” kata Bram.
“Hahaha kau memang Bram. Bang Simal jadi guru, diminta oleh bapak kepala sekolah. Sebab pak David (guru olahraga) lagi sakit” kataku. “Jadi dia ada urusan apa di desa kita Saga?” kata Mikel. “Bang Simal seorang mahasiswa yang sedang melakukan penelitian” kataku.
“Penelitian apa?” kata Wati. “Kalau gak salah, penelitian tentang pendidikan anak” kataku.