Aku harus bergegas pergi ke sekolah, karena akan ada upacara bendera. Ayah menyuruhku naik sepeda motor bersama bang Simal. Selesai sarapan, aku dan bang Simal bergegas pergi. Di jalan aku berjumpa Bram, Bram ikut bersama kami pergi ke sekolah.
Syukur ternyata belum terlambat, hari ini aku mendapat giliran menjadi pemimpin upacara. Bang Simal terkejut melihat aku bertugas sebagai pemimpin upacara, pembina upacaranya adalah bapak Harto. Pak Harto mengatakan, bahwa akan di selenggarakan lomba pidato pada tanggal 2 mei. Perlombaan pidato memperingati hari pendidikan nasional dan juara satu mendapatkan hadiah 10 juta.
Sekarang tanggal 20 april, pada tanggal 2 mei setiap satu kecamatan di wakili oleh satu orang. Daerah kami ada 16 kecamatan, sehingga 16 orang saja yang akan tampil dihadapan pak bupati. Pak Harto mengatakan 3 hari lagi akan diadakan seleksi perlombaan pidato. Perwakilan dari sekolah kami akan berlomba pidato pada tanggal 25. Mendengar informasi yang di sampaikan pak Harto, membuatku merasa tertantang berpidato seperti pak Soekarno.
Selesai upacara aku melihat bang Simal, bu Yanti dan bapak Harto berbicara serius di depan kantor kepala sekolah. Sembari menunggu guru datang, Bram menunjukkan kebolehan berpidato, sambut tawa satu kelas karena pidato Bram lucu. Tiba-tiba bang Simal dan bu Yanti masuk, mereka memberitahukan informasi terkait pidato pak Harto.
Bu Yanti, bu Santi dan bang Simal menjadi juri, mereka akan menentukan perwakilan sekolah untuk pertandingan berpidato. Tema yang di angkat tentang “Guru.” Bang Simal menerangkan apa itu pidato dan bagaimana cara berpidato. Ia mengatakan berpidato tentang apa yang kita rasakan dan ingin kita bagikan. Supaya kita bisa berbicara baik, jangan pernah berbicara tentang kebohongan atau menghina orang lain tetapi berbicaralah tentang kebenaran. Dalam benakku, bingung ingin kebenaran apa yang akan aku ungkapkan saat berpidato. Selesai mengumumkan itu bang Simal keluar, dan kami melanjutkan pelajaran mate - matika di bawakan oleh bu Yanti.
Di kantin sekolah saat jam istrahat, aku dan Bram bingung mau membuat pidato yang bagaimana untuk di perlombakan. “Aku mau menjadi perwakilan sekolah kita untuk pidato itu Saga” kata Bram. “Aku juga lingin kali Bram, supaya aku bisa meniru bung Karno” kataku.
“Kau mau jadi kayak pak Karno tetanggaku Bram? Tiap hari mabuk-mabukan” kata Bram. “Maksudku bapak Soekarno Bram! Presiden pertama Republik Indonesia” kataku. “Ooooo ngmong dong, aku kira pak Karno tetanggaku Saga” kata Bram.
“Aku tak mau menyerah, siapapun itu akan aku hadapi. Kalau aku nanti bisa sampai juara 1 kabupaten, aku bayarin semua makan di kantin ini” kataku. “Kalau aku yang juara 1 Saga, aku bayarin satu kelas kita makan di kantin ini” kata Bram. “Kok tidak satu sekolah ini aja kayak aku Bram” kataku. “Karna di bilang ibuku, gak bisa terlalu boros kalau punya banyak uang” kata Bram sambil tersenyum. “Ahhh terserah kau lah Bram” kataku. “Iya dongs, masa terserah kau Saga” kata Bram Sambil minum dan tersenyum.
Kami pulang sekolah dengan naik sepada motor, aku, Bram dan bang Simal pulang bersama sambil bercerita. Aku meminta bang Simal untuk mengajariku membuat pidato. Bang Simal tidak mau mengajariku, ia harus berlaku adil k sebagai juri beserta bu Yanti dan bu Santi. Bram turun dari sepeda motor karena telah sampai di depan rumahnya, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Bang Simal mengatakan, Supaya aku berlatih sama ayah saja kalau gak ibu. Setelah sampai di depan rumah, aku langsung bergegas ingin menjumpai ayah, supaya aku di ajarinya berpidato. Tetapi di rumah tidak ada ayah dan ibu, ayah pergi ke ladang dan ibu tidak tau perginya ke mana.
Tiba-tiba bang Simal keluar dari dalam kamar, ia mengajak aku ke rumahnya kak Nara, untuk mengganti seleting celananya yang rusak. Sebelum ke rumahnya kak Nara, kami makan dulu sebab aku sudah lapar sekali. Sambil makan bang Simal mengatakan padaku, kalau kak Nara itu orangnya manis apalagi kalau lagi senyum. Bang Simal juga makannya banyak, kami sama-sama makan dua piring. Bang Simal mengatakan suasana di desa, membuat selera makan menjadi bertambah terserah lauknya apa. Setelah kenyang makan kami pergi ke tempat kak Nara.
Kebetulan ketika kami sampai di depan rumah kak Nara, tampak kak Nara sedang menjait dan sepertinya kak Nara terkejut melihat kedatangan kami. “Ehhh Saga, Simal tumben datang ke sini. Ada apa Saga tumben kau sama dengan Simal ke sini” kata kak Nara. “Iya Kak, bang Simal pingin jumpai kakak katanya dia rindu” kataku.