Ketika dalam perjalan pulang, kami bertemu dengan pak Toni. Pak Toni bersama satu orang yang berbadan kekar dan lebih tinggi dari bang Simal, panjang rambutnya hanya sekitar satu centi meter saja. Bang Simal menyapa pak Toni sembari tersenyum. Raut wajah pak Toni ketika memandang bang Simal, seperti bukan raut wajah pak Toni yang biasanya aku lihat. Kami sekedar berpapasan dengan pak Toni. Pak Toni dan satu orang temannya selalu di sampingnya berjalan, kami sedang naik sepeda motor menunju ke rumah.
Tiba-tiba hujan deras sudah lebih dahulu sampai ke tanah, sebelum kami tiba di rumah. Warung kopi di pinggir jalan menjadi tempat berteduh. Terdapat beberapa orang sedang minum kopi, bercerita dan bermain catur. Kami duduk satu meja dengan dua orang yang sedang bercerita sambil minum kopi. Penjaga warung datang untuk menanyakan pesanan, bang Simal memesan kopi pahit, sedangkan aku dan Bram memesan teh manis panas.
Warga di warung kopi selama ini, mengira bang Simal guru baru yang pindah ke desa ini. Orang-orang mengira bang Simal sebagai guru baru, karena mereka sering melihat bang Simal di sekolah. Bang Simal menerangkan secara jelas, bahwa dia seorang mahasiswa yang lagi penelitian di desa Kaja. Bang Simal juga menerangkan bahwasanya ia mengajar di sekolah untuk sementara waktu, menggantikan guru yang sedang sakit. Bang Simal juga menerangkan terkait apa itu penelitian, dan apa saja yang ingin dicari bang Simal di desa ini.
Saat mereka sedang berbicara, penjaga warung datang membawakan minuman. Sang penjaga warung membawa gorengan di sebuah tapak, karena sudah kedinginan aku dan Bram menuangkan minuman ke tapak gelas agar cepat dingin. Gorengannya kami makan langsung, dengan cara mencelupkannya terlebih dahulu ke dalam teh manis. Warga yang sedang bermain catur sangat fokus melihat papan catur, mereka seakan tidak peduli dengan orang bercerita di sampingnya.
Hujan turun dengan deras di sambut suara petir, sesekali terdengar sangat keras. Bang Simal tetap asyik bercerita dengan beberapa orang di meja kami. Dua orang yang sedang bermain catur juga tetap focus kepapan caturnya, seperti mereka tidak merasakan dinginnya suasana hujan dan kerasnya suara petir. Tiba-tiba datang seorang warga berlari ditengah kerumunan hujan, dengan suara yang terbata-bata ia mengatakan pak Yoman tergelincir masuk ke sungai dan terbawa arus sungai.
Sontak kami terkejut mendengar ucapan warga tersebut. Tanpa menghiraukan hujan yang sedang turun deras, warga yang ada di warung langsung berlari ke sungai. Begitu juga dengan dua orang yang tadi fokus bermain catur, seketika mendengar pak Yoman terjatuh ke sungai mereka juga ikut berlari. Aku juga langsung lari di belakang dua orang pemain catur tersebut, kemudian bang Simal dan Bram lari mengikutiku juga.
Kami menyusuri sungai, salah satu waga melihat pak Yoman sedang berpegang di kayu besar yang tersangkut di sungai. Arus sungai tersebut kebetulan lagi sangat kuat karena hujan. Salah satu warga berlari ntah kemana, untuk mengambil tali besar. Sembari menunggu tali datang, bang Simal dan para warga lainya memotong rerumputan yang tumbuh tinggi di pinggir sungai. Akhirnya warga yang mengambil tali datang, salah satu ujung tali di ikat di kayu di pinggir sungai. Bang Simal meminta kepada warga, supaya ia saja yang masuk ke sungai untuk membantu pak Yoman. Salah seorang lelaki pemain catur tadi, mengikat tali tersebut ke badan bang Simal. Sebagian warga memegang tali, bang Simal berlahan masuk ke dalam arus sungai yang deras.
Penuh keyakinan bang Simal melawan, derasnya arus sungai dan berhasil menghampiri pak Yoman. Bang Simal langsung memeluk erat pak Yoman agar bisa melapaskan tangannya dari kayu tersebut. Wargapun perlahan menarik mereka berdua sampai ke pinggir sungai. Air hujan turun dari langit sudah mulai reda, dan suara petir tidak terdengar lagi. Pak Yoman langsung di bawa ke puskesmas, karena pak Yoman sangat lemas dan badannya sangat dingin sekali.