Esok harinya, aku dan bang Simal bergegas pergi ke sekolah. Kami singgah di depan rumah Bram. Aku turun dari sepeda motor untuk memanggil Bram. Bram langsung keluar dan bergegas naik ke sepeda motor, Bram bosan di belakang trus dan aku pun terpakasa untuk berada di posisi belakang untuk kali ini.
Setelah melakukan senam bersama di halaman sekolah, bapak Harto berpidato singkat. Bapak Harto mengatakan kalau hari ini para guru mengadakan rapat, jadi kami disuruh untuk belajar sendiri di dalam kelas sembari menunggu rapat selesai. Barisan pun di bubarkan pak Harto, seluruh murid berbaris di depan kelas masing-masing. Bu Santi datang dan berdiri di depan pintu, satu bersatu masuk ke dalam kelas sambil menyalam tangan bu Santi. Setelah seluruh siswa masuk bu Santi memberi himbauan, agar tetap tenang di dalam kelas tidak ribut selama guru rapat. Bu Santi memberi tugas membuat sebuah pidato dengan tema yang bebas, setelah selesai rapat kami harus berpidato tanpa membawa teks.
Bu Santi mengajak Wati keluar, mereka berbicara sebentar di depan kelas. Kemudian bu Santi pergi dan Wati kembali duduk. Sejenak aku diam memikirkan judul pidato. Sedangkan Bram seakan malas membuat pidato, ia mengajak aku bercerita. “Untuk apa lagi buat pidato Saga, kita sudah di latih bang Simal berpidato dan pidato selama latihan masih dengan jelas ku ingat di dalam pikiranku” ucap Bram.
Bram mengingatkan latihan berpidato dengan bang Simal, aku pun berencana berpidato dengan pidato ketika latihan. Karena sudah yakin dengan pidato yang akan ku bawakan nanti, Aku dan Bram bermain tebak-tebakan nama, dan sekali benar pointnya 10. Mikel yang berada di belakang kami merasa tergangu, ia pun pindah ke meja lain. Aku dan Bram bermain tebak-tebakan nama hewan. Cara bermainya adalah dengan mengulurkan jari tangan secara serentak, dan sesuka hati mengulurkan berapapun jumlah jari tangan. Setelah itu jumlah jari tangan di kira sesuai abjad, pada abjad yang terkahir menjadi huruf awal nama hewan yang akan di tebak.
“Ada gak yang awalan G !” kataku sambil berpikir. Aku dan Bram terdiam, memikirkan nama buah dengan awalan G. Tiba-tiba Wati berbicara sambil menatap kebelakang, “gandaria.” Haaa gundrowo Wati?! Itukan nama Setan” kataku. “Kamu pandai juga melawak Wati” kata Bram sambiil tertawa.
“Itu nama buah yang sering di buat untuk rujak, aku bukan melawak ya” kata Wati. “Setauku buah rujak itu ada buah jambu dan lain lain” kata Bram sambil tertawa. “Wati sok tau” kataku. Wati merasa jengkel dan mengatakan “terserah.”
Mikel datang menghampiri kami, ia mengajak ke kamar mandi. Peraturan yang di buat oleh bu Santi, siapa saja yang mau ke kamar mandi tidak bisa leih dari dua orang. Kami bertiga mengambil ide aku dan Mikel duluan ke keluar, dan Bram keluar menyusul setelah kami keluar. Aku dan Mikel kelua dengan berjalan santai. Selang beberapa menit Bram meminta ijin kepada Wati untuk keluar, karena Wati suka mengadu kepada bu Santi kalau ada yang melanggar peraturan. Wati tidak mengijinkan karena Aku dan Mikel belum masuk. Bram tidak habis akal ia beralasan mau buang air besar, dan sudah tidak tahan sembari memegang perutnya seperti lagi kesakitan menahan buang air besar. Melihat ekspresi Bram, terpaksa Wati menggijinkan Bram ke kamar mandi.
Aku dan Mikel lewat dari belakang kantor kepala sekolah, kami penasaran para guru sedang membicarakan apa. Kami mendengarnya dari jendela kayu yang terbuka sedikit, bu Santi sedang berbicara dan semua guru mendengar dengan serius. Sembari mendengar bu Santi berbicara tentang pemerintah daerah, Bram datang menghampiri kami. Bram penasaran kami sedang mengintip apa, ia pun ikut melihat dari bawah kepalaku. Kami mendengar ucapan bu Santi, bahwasanya ia tidak tega mengatakan kepada para murid kalau sekolah kami akan dibongkar.
Kami terkejut mendengar ucapan bu Santi, dan merasa sedih mendengar hal tersebut. Setelah mendengar ucapan bu Santi, kami langsung pergi ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, kami bediri berjejer sambil buang air kecil. “Seandainya memang betul, sekolah akan di bongkar trus kemana kita akan bersekolahya” ucap Mikel. “Ucapan bu Santi itu hanya lelucon saja, karena bu Santi terkadang suka membuat lelucon” ucap Bram. Ucapan bu Santi tersebut terbayang dalam benakku berpikiran sepert Mikel, kemana kami akan bersekolah jika sekolah dibongkar.
Ketika berjalan, aku berada di posisi depan dan Bram dibelakang. Bram menendang salah satu kaki mikel dari belakang ketika sedang berjalan, akhirnya Mikel terjatuh ke depan dan mendorong aku jatuh kearah depan juga. Bram tertawa terbahak-bahak melihat kami. Kejailan Bram tersebut, melupakan ucapan bu Santi dari pikiranku. Bram langsung berlari kedalam kelas setelah tertawa.
Bram masuk kedalam kelas dan Wati menegur kenapa lama di kamar mandi. Aku dan Mikel masuk ke dalam kelas, wati juga menegur sembari mengatakan kenapa kami lama sekali dari kamar mandi. “Kalau hanya buang air kecil kok lama sekali, ngapain saja di kamar mandi’ ucap Wati. “Namanya juga rahasia lelaki dikamar mandi, tidak perlulah wanita tau Wati nanti kamu tidak percaya” jawabku kepada Wati. Wati membalas ucapanku dengan ekspresi dingin dan ia langsung buang muka. Aku dan Mikel duduk, sedangkan Bram tertawa melihat kami.
Terdengar suara lonceng untuk waktunya istrahat, aku dan Bram langsung berlari ke kantin. Kami melihat ada bola kaki di kantin, aku mengambilnya dan mengajak Bram beserta teman-teman yang lainnya bermain bola kaki. Kami pergi kelapangan sekolah, sepatu menjadi pengganti tiang gawang. Kami bermain bola empat lawan empat, aku dan Bram satu tim, sedangkan Mikel dan Naldo satu tim. Naldo menjadi penjaga gawang, aku dan Bram menjadi penyerang yang akan menjebol gawang yang di jaga Naldo.
Aku membawa bola lalu di kejar Mikel, sedangkan Bram meneriaki namaku untuk meminta bola agar aku oper kepadanya. Tetapi aku masih menahan bola, “Saga oper bolanya cepat” teriak Bram. Aku melihat celah ke arah Bram, bola ku oper dengan cepat ke dia. Bram menerima bola, ia menendang ke Putra. Bram salah menendang, bola sebab Putra adalah tim lawan. Aku menegur Bram, kenapa ia mengirim ke lawan, Bram mengira Putra adalah kawan dengan alasan mirip seperti Renhat satu tim kami.
Bram selalu mencari alasan, asal bicara tanpa memikirkannya dulu. Aku menegur ia kembali, yang mengatakan Putra dan Renhat mirip. Renhat lebih tinggi dari Putra dan warna kulit mereka berbeda, Renhat bekulit putih dan Putra berkulit hitam. Begitu juga rambut mereka berbeda, Renhat memiliki rambut tipis sekitar satu centi meter dan Putra rambutnya lebih panjang dari Renhat dan bergelombang.
Pertandiangan dilanjutkan, Mikel berhasil menjebol gawang kami dan kedudukan satu kosong. Sembari aku membawa Bola, terdengar lonceng jam istrahat selesai, timku kalah dengan kedudukan satu kosong.
Semua masuk ke dalam rungan kelas, dan rapat guru sudah selesai. Bu Santi datang dengan membawa beberapa buku ditanganya. Bu Santi memanggil Wati, untuk memberikan catatan nama-nama yang ribut ketika tadi rapat guru. Wati duduk dan tersenyum kearah kami, dan jantungku berdetak lebih kencang. Aku tidak mengira Wati di suruh bu Santi untuk mencatat yang ribut.
Bu Santi menggelengkan kepala melihat catatan Wati, kemudian bu Santi memanggilku dan Bram untuk maju kedepan. “Kenapa selalu saja kalian yang ribut Saga, Bram!?” kata bu Santi. Aku menjawab kalu kami tadi hanya diskusi saja. Lalu bu Santi menyakan kami diskusi apa, aku manjawab pertanyaan bu Santi, kalau kami diskusi tentang nama-nama hewan. Murid-murid pun tersenyum mendengar jawabanku, bu Santi menanyakan Wati. Wati mengatakan kalau kami tadi bermain tebak-tebakkan nama hewan, sembari suara keras dan tertawa-tawa.
Untuk kali ini bu Santi tidak memberi hukuman, tetapi menyuruh untuk pertama yang berpidato. Aku menjadi yang pertama di suruh bu Santi. Aku berpidato tanpa membaca teks, pidato ketika perlombaan aku pidatokan kembali. Sebab pidato tersebut masih kuat di dalam ingatan. Aku berpidato dengan kemapuan yang selama ini aku pelajari dari bang Simal.
Guru Panutanku
Selamat pagi buat kita semua
Setiap hari aku berjalan, di tengah teriknya matahari dan terkadang juga hujan harus aku lalui, hanya untuk bertemu dengan guru. Guru tempatku untuk menerima ilmu demi masa depanku yang penuh harapan.
Ilmu merupakan salah satu bekal yang paling utama untuk membakali pikiran ini untuk menatap masa depan. Gurulah yang mengajarkanku untuk menatap masa depan dengan ilmu yang aku terima darinya.
Guru mengatakan bahwa hanya dengan bersekolahlah kamu akan maplu menjadi orang yang berguna bagai banyak orang, dan jangan pernah malas untuk bersekolah meskipun situasi sekolah yang kurang baik untuk untuk tempat belajar. Perkataan guru itu, membuat aku menjadi lebih semangat tidak memandang bangunan sekolah ini yang sudah rusak, namun bangaunan yang rusak ini aku anggap sebagai sebuah ikatan tempat menimba ilmu sebanyak banyaknya. Supaya kelak aku bisa menajdi orang yang berguna, bagi banyak orang seperti harapan guru.
Setiap pagi guru tidak pernah lelah mengajarkan kami untuk berbaris di depan ruangan, sebelum masuk ke kelas dan membersihkan ruangan kelas sebelum memulai pelajaran setiap hari. Meskipun terkadang mendengar suara omelan dari guru, aku seperti mendengar suara ibuku yang ingin anaknya menjadi lebih baik lagi ketika kita berbuat salah.
Dahulu, aku tidak tahu apa itu perkalian dan apa itu penjumlahan dan pengurangan. 5 + 5 saja aku bingung menjawab apa, ketika aku belum mengenal sosok sang guru, butuh waktu bagiku untuk menjawabnya dan terkadang itupun hasilnya salah. Namun, sekarang setelah aku mengenal sosok sang Guru. Aku tidak membutuhkan waktu lagi dalam penjumlahan tersebut.
Terkadang guru memarahiku dan memukulku, namum sedikitpun aku tidak pernah merasa dendam kepada para guru. Sebab aku sadar, guru tidak akan melakukan itu kalau aku benar. Aku juga terkadang tidak mengerjakan pekerjaan rumah yang di berikan guru, karena lupa dan juga terkadang aku juga berbuat jail kepada teman temanku. Aku memang salah sehingga layak untuk mendapakan hukuman dari guru. Aku juga percaya, bahwa hukuman dari guri itu, adalah bentuk kasih sayang dan kepeduliannya kepaku, supaya aku menjadi lebih pintar lagi.
Kawan-kawanku semua dan para guru yang ku hormati.
Aku mempunyai cita-cita, yang jauh lebih besar dari badanku yang kecil ini. Semua cita-citaku itu, tidak akan bisa aku raih kelak kalau tidak di awali dengan ajaran dan kasih sayang dari guru yang menjadi panutanku.
Sekian pidato dari saya, terimakasih.
Bu Santi berdiri dari tempat duduk dan tersenyum, sembari bertepuk tangan dan begitu juga murid yang lainnya ikut bertepuk tangan. Sepertinya Aku tidak sia-sia latihan dengan bang Simal selama ini. Kemudian Bram berpidato, ia juga kembali mengulang pidatonya ketika acara perlombaan kemarin.
Guru adalah Idolaku
Aku memiliki sahabat, sahabat yang beraneka ragam, yang suka usil dan sahabat yang selalau ada dalam suka dan duka. Keaneka ragaman tersebut aku dapat di dalam lingkungan sekolah. Ya sekolah ! sekolah tempatku belajar, belajar berteman, berpikir dan belajar untuk memiliki rasa kemanusiaan.
Kembali lagi ke cerita terntang sahabat, sahabat yang baik begitu banyak aku dapat dengan bersekolah di sini dan bahkan semuanya adalah sahabat yang baik bagiku.