LIRIK LANGIT

Danri AS
Chapter #15

BAB - 5 Belenggu Pikiran

Bang Simal berdiskusi dengan ayah, terkait kepala adat yang bisa di wawancarai untuk penelitiannya. Ayah menyarankan mewawancarai bapak Bondo. Pak Bondo adalah penggiat budaya sekaligus tokoh adat. “Sebentar lagi bapak ingin ke warung dan lewat rumah bapak Bondo, bapak akan menyakan kebersedian beliau” kata ayah. Bang Simal berterima kasih kepada ayah, sudah membantunya terkait hal tersebut. Bang Simal masuk ke dalam rumah, sedangkan ayah pergi ke warung naik kereta.

Esok harinya ayah tidak sabar menunggu tengkulak dari kota datang. Ayah bangun cepat dan mempersiapkan segala kebutuhan untuk memanen cabai. Ibu masih memasak sarapan pagi, tetapi ayah sudah bergegas pergi ke ladang. Ayah di bantu oleh empat orang, untuk mengutip cabai agar cepat selesai. Setelah selesai memasak, ibu juga akan pergi ke ladang dan membawa sarapan ayah.

Aku dan bang Simal sarapan pagi, telur dadar sambal dan sayur ubi rebus telah tersedia di meja makan. Sembari makan, ibu mengatakan setelah nanti pulang sekolah, langsung ke ladang setelah selesai makan siang. “Iya bu, ayah juga sudah berpesan seperti itu semalam kepada kami” kataku. Aku dan bang Simal bergegas pergi ke sekolah, seperti biasa kami tetap ke sekolah dengan naik kereta ayah.

Aku dan bang Simal pergi ke sekolah, kami melihat Bram sedang duduk diatas sebuah batu di halaman rumah. Bram sepertinya sengaja duduk di halam rumahnya. Melihat kedatangan kami, Bram bergegas ke jalan raya. Bram bercerita kalau ia memang sengaja menunggu kami. Bram langsung naik kebelakangku, kemudian bang Simal menggas kereta karena takut telat. Sesampainya di sekolah, aku dan Bram turun dari kereta dan berlari ke dalam ruangan kelas. Sedangkan bang Simal berjalan santai menuju kantor guru.

Jam istrahat sekolah, aku dan Bram membeli mie di kantin. Kami pergi memakanya ke bawah pohon di lapangan sekolah. Tiba-tiba saja Bram bertanya tentang perkataan bu Santi terkait penggusuran sekolah. Aku bingung menjawab pertanyaan Bram, aku lupa bertanya kepada bang Simal. Sungguh tidak tau harus berbuat apa, kalau memang betul sekolah ini akan di gusur.

“Kalau sekolah ini di gusur aku akan melawan mereka” kata Bram. “Kau melawan dengan apa Bram?” tanyaku. “Aku akan mengajak ayahku untuk melawan mereka” kata Bram dengan nada kuat. “Ah kau Bram, jangan ada kekerasan, kita harus berpikir untuk melwan mereka dengan otak bukan otot” kataku. “Bagaimana caranya Saga?” kata Bram.

Aku terdiam dan berpikir harus melawan bagaimana, kalau sekolah ini di gusur oleh pemerintah daerah. Ahhhh, hal tersebut menjadi terngiang di kepalaku. Aku hanya berharap penggusuran sekolah tidak pernah terjadi.

Teng teng teng! Suara lonceng terdengar, aku dan Bram berlari masuk ke ruangan kelas. Tampak setengah kepala bu Ros dari jendela sedang berjalan, semua hening begitu melihat kedatangan bu Ros. Hari ini bu Ros membawakan pelajaran PPKN. Semua murid menyapa bu Ros, ia duduk di kursi sambil membereskan buku-buku terlebih dahulu.

“Hari ini kita akan belajar tentang etika berbicara” kata bu Ros. Bu Ros melemparkan pertanyaan, tentang apa itu etika? Wati mengangkat tangan, “etika adalah cara berprilaku dengan baik” kata Wati. “Bagus wati, ada lagi yang ingin menjawab?” kata bu Ros. Ku angkat tangan kananku, bu Ros mempersilahkan berbicara, dan aku mengatakan kalau etika itu adalah sopan santum dalam hidup. Bu wati mengatakan jawabanku juga baik, ia kemudian berdiri dan menerangkan apa itu etika dan apa yang dimaksud dengan etika berbicara.

Bu Ros menerangkan dengan begitu jelas, dan kami semua terdiam mendengarkan bu Ros berbicara. “Etika berbicara di setiap daerah berbeda tetapi tujuannya sama, yaitu berprilaku baik. Etika itu terrbentuk dari budaya, dan budaya adalah cara hidup. Etika di desaa ini bisa saja berbeda dengan desa-desa lainya, dan begitu juga dengan negara lain pasti berbeda etika mereka dengan kita, karena setiap daerah memiliki budaya yang berbeda. Jadi kita kalau kita sedang berada di desa orang lain, jangan pernah mengatakan etika mereka salah, hanya karena etika yang kamu ketahui berbeda dengan etika mereka. Tetapi kita harus memahami budaya mereka, karena mereka punya etika juga memiliki tujuan yang baik. Jangan pernah menilai cara hidup orang lain dari tolak ukur, apa yang kita ketahui dari budaya kita” kata bu Ros

Lihat selengkapnya