LIRIK LANGIT

Danri AS
Chapter #19

BAB - 19 Penjual Pecal

Kami bergegas pulang, bang Simal turun dari atas batu dan aku masih berada di atas batu. Aku melompat ke atas punggung bang Simal, ia pun mengendong aku di sembari berjalan ke tempat parkir. Sesampainya di tempat parkir, tiba-tiba datang tiga orang tidak kami kenal. Salah satu dari mereka memukul wajah bang Simal sembari mengatakan, agar bang Simal tidak ikut campur mengurusi hasil panen. Dua orang lainnya memegang aku dan Bram, agar tidak lari dan meminta bantuan.

Dua orang petani hendak pulang, dengan cangkul yang mereka bawa di pundak masing-masing. “Woi…, kata salah satu petani dengan suara keras. Petani itu berlari, sembari membawa cangkul untuk mengancam tiga lelaki yang berbuat jahat pada kami. Melihat dua orang petani itu berlari sambil mengacungkan cangkul, para penjahat itu lari menaiki mobil warna hijau.

“Kalian tidak kenapa-napa?” tanya salah satu petani. “kami tidak kenapa-napa pak, hanya luka kecil saja di wajah” jawab bang Simal. Dua orang petani itu pergi, mereka berpesan agar lebih berhati-hati.

Bram mengatakan kalau dia tadi ketakutan, baru kali ini ia melihat orang berkelahi. Aku juga baru sekali melihat orang berkelahi dan juga merasa takut, tetapi tidak aku ungkapkan. Kami sampai di depan rumah Bram, ia turun sembari mengucapkan terima kasih dan berlari ke dalam rumah. Bang Simal kembali melajukan sepeda motor, bang Simal mengatakan padaku agar tidak mengingat kejadian tadi.

Sesampainya di depan rumah, ibu sedang menyapu halaman rumah, ia melihat wajah bang Simal memar. “kenapa wajahmu Simal memar gitu” tanya ibu. Bang Simal belum menjawab pertanyaan ibu, aku langsung mengatakan kalau bang Simal tadi dipukuli orang.

Sontak ibu terkejut, ia menyuruh kami duduk di teras sembari berteriak memanggil ayah. Sapu lidi yang di pegang ibu, hanya di letakkan begitu saja di halaman rumah.

Ayah keluar dari rumah, menegur ibu berteriak-teriak memanggilnya. Ibu langsung mengatakan kalau bang Simal dipukuli orang lagi. Ayah terkejut mendengar bang Simal dipukuli orang lagi, ayah langsung duduk di depan bang Simal.

“Bagaimana mana ceritanya kau dipukuli orang lagi Saga, dan siapa yang memukuli kau lagi?” tanya ayah. Bang Simal menceritakan kejadian yang menimpa kami. Ia juga mengatakan, orang yang memukulinya adalah orang yang sama ketika memukulinya kemarin.

Ayah merasa tidak terima, bang Simal sudah dipukuli dua kali oleh orang asing. Ayah bergegas pergi ke rumah pak Muhammad, untuk mendiskusikan kejadian tersebut.

Ibu menyuruh bang Simal lebih berhati-hati, ibu curiga ada seseorang yang tidak senang dengan kehadiran bang Simal. “Aku ke kamar dulu bu ngambil handuk mau mandi” kataku. Ibu mengatakan kalau air sedang mati, ibu menyuruh ke sungai mandi.

Aku dan bang Simal masuk ke dalam kamar mengambil handuk dan pakaian, sedangkan ibu melanjutkan menyapu halaman. Sepeda motor di pakai ayah, aku dan bang Simal harus berjalan kaki ke sungai. Ketika hendak pergi ke sungai, ibu berpesan lebih berhati-hati lagi.

Kami berjalan kaki menyusuri jalan bebatuan, terkadang jalan hanya tanah saja.

Bang Simal bertanya, apakah kak Kristin pernah mandi ke sungai. Jawabku, kalau kak Kristin tidak pernah ke sungai. Rumah kak Kristin memiliki sumur, air sumur menjadi sumber air utama di rumah mereka.

“Bang Simal pingin mandi di sungai dengan kak Kristin” kataku. “Ahhh kau Saga, abang cuma mau nanya aja” kata bang Simal. “Cieeee bang Simal pasti pingin” kataku. Bang Simal tiba-tiba berlari ke sungai, aku pun ikut berlari. Bang Simal berhenti ketika melewati pemandian perempuan, aku berhasil menyusul bang Simal.

“Boaaaa….” kata bang Simal dengan suara keras. Terdengar suara balasan “boa” dari pemandian perempuan. Bang Simal kembali berlari, aku pun kembali berlari menyusulnya.

Sesampai di sungai bang Simal membuka baju, ia tidak membuka celana. Ia langsung melompat ke sungai. Aku juga langsung membuka seluruh pakaianku dan melompat ke sungai. Terdapat lima orang warga sedang mandi. Terkadang sampai sekitaran jam tujuh malam, beberapa warga masih ada yang mandi di sungai. Warga yang mandi sekitar jam tujuh malam, biasanya pulang kelamaan dari ladang.

Aku dan bang Simal telah selesai mandi, ia pergi ke balik batu mengganti pakaian. Aku tidak perlu pergi ke balik batu untuk berpakaian, aku bingung kenapa bang Simal harus ke balik batu berpakaian. Aku dan beberapa orang dewasa lainya, menganti pakaian tidak perlu ke balik batu seperti bang Simal.

Setelah selesai mengganti pakaian kami berjalan pulang, di sungai ada sekitar tujuh orang yang kami tinggalkan. Ketika mandi tadi dua orang telah selesai mandi, empat orang dewasa datang untuk mandi.

Kami sampai di halaman rumah, tampak kak Nara dan ibu sedang duduk bersama di teras rumah. Ibu menyuruh bang Simal duduk di dekat kak Nara, bang Simal pun duduk di samping kiri kak Nara dan aku duduk di samping ibu. Kak Nara mempertanyakan apa yang terjadi tadi di area persawahan, bang Simal menceritakan semuanya. Tiba-tiba ayah datang dan duduk di sampingku. Ayah mengatakan, pihak aparatur desa akan mengawasi orang yang tidak di kenal masuk ke area lingkungan desa.

Ayah juga mengatakan sudah dari rumah pak Petrus, dan pak Petrus juga siap membantu. Pak Petrus akan memberitahukan kepada jemaat gereja, untuk melaporkan kepada aparatur desa apabila ada orang asing di area desa. Ayah berpesan kepada bang Simal jangan pergi ke tempat-tempat sunyi dulu.

Lihat selengkapnya