LIRIK LANGIT

Danri AS
Chapter #23

BAB 23 - Perpisahan

Keesokan harinya aku bangun cepat, karena harus membawa piala ke sekolah. Piala tersebut bukanlah menjadi milik pribadi. Piala itu menjadi milik sekolah. Seperti biasanya, aku dan bang Simal pergi bersama ke sekolah dengan naik sepeda motor ayah. Bang Simal mengendarai sepeda motor dengan sangat berhati-hati, karena aku sedang memegang piala yang lumayan besar.

Sesampainya di sekolah semua guru dan pak Harto menyambut kedatangan kami. Para guru menyalamiku, mengucapkan selamat atas kerja kerasku menjadi juara satu berpidato.

Bu Santi mengkoordinir seluruh murid untuk berbaris. Semua murid telah berbaris di halaman sekolah. Pak Harto naik ke atas podium, ia mengenakan jas hitam. Ia memanggilku untuk maju ke depan. Mengucapkan selamat atas keberhasilanku menjadi juara satu. Perlahan aku berjalan ke depan, dan berdiri di samping pak Harto.

Ketika pak Harto sedang berbicara, datang sebuah mobil berwarna hitam berhenti di parkiran sekolah. Keluar dua orang laki-laki dan satu orang perempuan, mereka memakai pakaian dinas. Semua mata tiba-tiba fokus ke mereka. Pak Harto turun dari podium dan menghampiri mereka.

Bu Santi berbicara mengantikan pak Harto. “Semuanya fokus melihat ke depan anak-anak” kata bu Santi.

Pak Harto beserta tiga orang yang turun dari mobil hitam tersebut, datang dan berdiri disampingku. Pak Harto berbisik kepada bu Santi. “Anak-anak kita kedatangan tamu, di utus oleh bapak bupati” kata pak Harto. Kemudian pak Harto memberikan waktu, kepeda mereka untuk berbicara.

“Selamat pagi anak-anak kami yang kami banggakan, kami datang ke sekolah ini diutus langsung oleh bapak bupati. Bapak bupati menitip pesan untuk guru-guru, dan seluruh murid di sekolah ini.

Adapun pesan bapak bupati, agar semua murid tetap semangat belajar dalam situasi apapun. Terkait masalah penggusuran sekolah, bapak bupati sudah memutuskan, Sekolah ini akan dibangun dan tidak jadi di pindahkan” ucap seorang laki-laki. “Yesssssss” teriak Bram dengan kuat, sembari melompat. Semua murid juga mengikuti kegembiraan Bram.

Begitu juga dengan guru-guru dan pak Harto, semunya sangat gembira mendengar pesan dari bapak bupati. “Bulan depan, direncanakan sekolah ini sudah akan di bangun” kata seorang laki-laki. Setelah menyampaikan pesan dari bapak bupati, mereka pergi meninggalkan kami. “Untuk menyambut sekolah kita yang akan di bangun, hari ini diadakan gotong royong yang terakhir kali” kata pak Harto.

Semua bergembira, penuh semangat membersihkan pekarangan sekolah. Bang Simal memfoto kami, ketika sedang kebersihan. Sedangkan guru-guru dan pak Harto, membersihkan kantor guru. “Siapa yang sudah haus, bisa minum ke kantin dan makan gorengan gratis” ucap bu Santi. Mendengar itu, Bram langsung mengajak aku ke kantin. Aku dan Bram berlari terlebih dahulu ke kantin, teman kami yang lain masih membersihkan pekarangan.

“Ehh kalian sudah enakya di sini duluan, dasar kalian, kalau yang gratis itu nomor satu” kata Wati kepadaku dan Bram. “Yaudah kamu makan gorengnya, bayar aja Wati” kata Bram sambil mengunyah goreng. “Jangan gitu Bram” kataku. Wati pergi mengambil minum dan goreng, kemudian duduk satu meja dengan kami. “Sekali lagi selamat ya Saga.” kata Wati. “Iya Wati” kataku.

Mikel datang menghampiri kami, ia di suruh bapak kepala sekolah untuk menyuruh seluruh murid berbaris di halaman sekolah. Selang beberapa menit, seluruh murid telah berbaris di halaman sekolah. Begitu juga dengan guru-guru dan kepala sekolah, seluruhnya berdiri di depan kami.

“Selamat Siang anak-anak kami” sapa pak Harto. “Siang pak” kata kami serentak. Ternyata maksud dan tujuan kami dikumpulkan berbaris adalah, untuk memberitahukan hari ini adalah hari terakhir bang Simal mengajar. “Besok pak Yunus sudah mulai masuk kembali, ia sudah sehat dan bisa mengajar” kata pak Harto.

Semua murid berbaris menyalami bang Simal, tak sedikit yang berlinang air mata sambil menyalam bang Simal. “Setelah sekolah ini selesai dibangun, abang harus datang melihatnya” kataku sambil menyalam bang Simal. Bang Simal mengelus kepalaku, sembari berjanji ia akan datang. Setelah semua murid menyalam bang Simal, kemudian guru-guru menyalami bang Simal.

Guru-guru juga telah selesai menyalam bang Simal, kemudian pak Harto mengijinkan untuk pulang. “Yes….” kata Bram dan semua mata melihat Bram. Kami pun bergegas, mengambil tas ke dalam ruangan. Aku, Bram dan bang Simal seperti biasa naik sepeda motor bertiga untuk pulang.

Hari ini aku bangun dengan sangat gembira, masih terbayang jelas ketika menerima piala dari bapak Bupati. “Tumben kau senyum-senyum baru bangun Saga” kata bang Simal. “Hehehehe harus tetap senyum dong bang, biar tetap sehat” ucapku. Guru-guru dan pihak pemerintah kabupaten, sedang rapat membahas pembangunan sekolah hari ini. Pak Harto berpesan semalam, hari ini sekolah di liburkan.

Kebetulan, hari ini sedang di adakan peresmian Masjid yang baru selesai di renovasi. Bukan hanya yang beragama Islam saja, tetapi seluruh warga desa Kaja, di undang untuk makan bersama di Masjid. Aku, ayah dan ibu memakai pakaian bernuansa Islam, sedangkan bang Simal memakai baju kemeja berwarna biru. Kami pergi berjalan kaki, karena jarak Masjid dari rumah tidaklah jauh.

Lihat selengkapnya