Bersembunyi dari keramaian adalah kepandaian Lita sekarang. Sendiri di belakang gudang sekolah saat istirahat membuatnya nyaman dari pada harus bergaul dengan teman-teman SMA-nya. Semua orang di sekolah tahu Lita anak dukun. Tatapan-tatapan itu membuat Lita harus mencari dunianya sendiri. Dia ingin menghindari cemoohan. Orangtuanya dianggap telah bersekutu dengan iblis.
Lita membuka kotak makannya. Sesuap-demi sesuap dia masukkan mulut. Tidak ada orang yang berani ke tempat ini kecuali terpaksa dan datang beramai-ramai. Sudah banyak yang merasakan akibat nekat datang ke ruang singup ini. Dari mendengar suara geraman sampai ditimpuk batu. Lita tahu siapa yang melakukannya. Sesosok hitam, berbulu dan berbadan besar dengan mata merah menyala sedang meringkuk di salah satu sudut ruang. Lita tak pernah mempedulikannya. Di rumahnya banyak yang lebih seram. Sosok itu hanya menunggu dan menatap Lita. Sepertinya dia tidak bernyali untuk mengganggu Lita. Apalagi seperti saat ini. Setelah selesai makan, untuk mengusir rasa bosan, Lita memain-mainkan botol minumnya. Lita hanya sedikit menggerakkan jarinya dan botol itu pelan berputar sendiri di atas meja kecil di depannya.
Seketika Lita terhenti dari kebiasaan isengnya. Seseorang masuk ke tempat persembunyiannya. Dia menerobos dari lubang besar di salah satu tembok. Salah satu murid laki-laki di sekolah Lita. Anak itu tidak sadar ada Lita duduk di bangku kecil tak jauh dari dia jongkok. Beberapa kali dia melongok ke lubang dinding memastikan tidak ada orang yang melihat. Lalu dia mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya. Tapi saat hendak memasukkan satu batang ke mulut, dia terperanjat melihat Lita. Lalu matanya tajam mengamati Lita. Dia tahu Lita murid kelas 10. Lita hanya mematung melihat anak laki-laki berseragam SMA di depannya. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Untuk sementara mereka hanya sadar kalau mereka sama-sama butuh tempat bersembunyi. Anak laki-laki itu merasa Lita tidak berbahaya untuk apa yang akan dia lakukan. Lalu dia mengambil pemantik dan mulai menyulut rokoknya. Dia berusaha menikmati semburan asap yang keluar dari mulutnya sembari sesekali melirik ke arah Lita. Lita masih diam mengamati anak laki-laki itu. Dia tidak merasa harus beranjak dari tempatnya. Justru sekarang dia sedang menikmati pemandangan di depannya. Hingga bel berbunyi. Anak laki-laki itu membuang rokoknya dan mematikan dengan kakinya. Sebelum keluar dari lubang dinding, senyumnya sedikit tersungging ke arah Lita. Beberapa saat Lita masih memandangi lubang besar di salah satu dinding sampai dia sadar harus kembali ke kelasnya.
***
Jam pulang sekolah, terik begitu menyengat. Lita menyeruak cepat di antara kerumunan murid yang hendak pulang, menghindari mata-mata yang memandang aneh padanya. Seperti biasa, dia harus menemui kakak perempuannya di tempat mereka biasa janjian. Di bawah pohon besar depan pagar sekolah, kakaknya sendiri berdiri menunggunya. Kakak Lita duduk di kelas 11. Walau wajahnya seperti tak peduli memandang ke depan, tapi Lita tahu kakaknya sudah melihatnya menuju ke sana dengan caranya sendiri. Badan kakak Lita tinggi semampai dan kulitnya yang putih langsat sering membuat Lita iri. Kadang Lita berpikir seharusnya kakaknya akan mudah punya pacar. Laki-laki yang lewat di depan kakaknya, sedikitnya akan melirik ke arahnya. Dua pemuda naik motor bersiul kencang saat melintas di depan kakak Lita berdiri.
“Tumben lama?” tanya kakak Lita.
“Tadi ada pelajaran tambahan,” jawab Lita datar. Sebenarnya dia ingin segera pergi dari situ.
Setelah ini mereka berdua harus berjalan 10 menit untuk menjemput adik perempuan mereka yang masih duduk di kelas 7. Di tengah jalan terdengar suara motor meraung. Seorang anak laki-laki berseragam SMA mengendarai motornya kencang di depan Lita dan kakaknya. Anak laki-laki yang tadi siang bersama Lita di tempat persembunyian. Lita memperhatikan lama sampai anak itu hilang di tikungan bersama motornya. Beberapa anak perempuan yang menunggu di halte seperti sedang menggunjingkan anak yang lewat pakai motor tadi.
“Anak baru idola cewek-cewek lebay...” guman kakak Lita tanpa ekspresi.
Lita memandang sebentar kakaknya. Biasanya pandangannya sinis dan bilang kalau laki-laki hanya memandang bentuk fisikmu saja. Kali ini kakaknya senyum-senyum memandanginya.
“kakak tahu siapa dia?” Lita penarasan.
“Lah kamu yang seangkatan masak nggak tahu,” kilah kakak Lita,”Bapaknya tajir banget, tapi sekarang lagi ditangkep karena korupsi.”
Lita masih membayangkan pertemuannya tadi dengan anak itu.
“Suka sama dia ya?” Kakak Lita menggoda.
“Apaan sih,” Lita tidak suka pertanyaan kakaknya.
Kakak Lita pun dengan gemas mengacak-acak poni adiknya.
“Ih apaan sih,” Lita mencoba menyingkirkan tangan kakaknya. Walau cuma beda satu tahun, kakaknya selalu menganggapnya anak kecil.