Lita Perempuan Iblis

Mohamad Novianto
Chapter #4

Pengasingan Adik Lita

“Kak aku mau kabur,” Lita berguman pelan. Dia rebah di ranjangnya. Tatapannya menerawang ke langit-langit kamar.

Kakak Lita yang baru saja naik ranjang di sebelah memandang Lita sebentar,” Kamu mau kabur kemana sih Lita,” katanya sembari memasang selimutnya.

“Aku mau kabur sama Dion,” kata Lita tanpa peduli komentar kakaknya. Tatapannya masih ke atas.

Kakak Lita memalingkan rebahnya ke ranjang Lita. Dia tersenyum geli melihat adiknya yang kasmaran.

“Mmm, jadi kalau udah sama Dion gitu ya…” Kakak Lita bercanda,” Jadi nggak sayang sama kakak, sama dedek lagi.”

Lita tahu kakaknya tidak serius menanggapinya. Tapi tekadnya untuk kabur Bersama Dion sudah bulat. Dia melihat kakaknya sudah terpejam. Lalu dia berpaling ke adiknya di ranjang yang satu lagi. Sudah dari tadi adiknya terlelap di bawah selimut. Tapi dia amati lagi, sepertinya adiknya tidur dengan gelisah. Beberapa kali kepalanya terpaling ke kiri dan ke kanan. Lalu adiknya terdengar mengerang.

“Dedek…” desis Lita. Dia cemas adiknya tidur seperti itu.

Erangan adiknya semakin keras. Lalu selimut yang dipakai adiknya bergerak-gerak seperti ada getaran di sana. Lampu kamar mulai redup. Lita sudah berniat membangunkan kakaknya. Tapi barang-barang kecil di sekitar mulai bergetar. Lampu kamar mati nyala.

“Kak…” desis Lita berusaha membangunkan kakaknya.

Belum kakak Lita terbangun, tiba-tiba adiknya terduduk di ranjangnya dengan teriakan yang memekakkan telinga. Selimutnya terbang terlempar. Benda pecah belah di sekitar hancur berkeping. Sinar lampu menyala makin silau.

“Dedek!” Lita hanya bisa berteriak cemas melihat adiknya yang tak berhenti berteriak.

Kakak Lita sudah berlari menghampiri adik bungsunya. Tapi begitu memegang lengan adiknya, badannya terpental hingga menatap tembok. Giliran Lita melompat dari ranjangnya. Dia hendak menenangkan adiknya, tapi kakaknya melarangnya.

“jangan pegang dia!” walau lemas kakak Lita masih berusaha berteriak.

Lita sudah di dekat adiknya,” Dedek kamu kenapa?” Lita hanya bisa berteriak panik. Dia melihat ada noda darah di sprei di antara paha adiknya.

Lalu bapak dan ibu Lita masuk kamar. Bapak Lita langsung memegang dahi adik Lita yang membuatnya terdiam dan lemas terbujur di kasur. Bapak Lita masih memegang dahi anaknya sampai dia terlihat pulas tertidur. Lampu kamar pun kembali menyala seperti biasa.

“Ini menstruasi pertamanya,” suara ibu Lita setengah berbisik pada suaminya.

Bapak Lita mengangguk lalu dia memandang ke atas.

“Bulan sedang berwarna merah…” desis bapak Lita menatap istrinya serius.

“Berapa hari lagi?” tanya ibu Lita cemas.

“Dua hari…” kata bapak Lita.

Bapak dan ibu Lita masih saling menatap.

“Dia membuat Grondong terbunuh…” Guman ibu Lita.

“Iya… Yang lain sudah menyingkir ke bukit…” Bapak Lita tampak sedang berpikir keras.

Lalu ibu Lita mengganti sprei di ranjang anak bungsunya. Kakak Lita disuruh menyiapkan sebaskom air hangat dan Lita mengambil pembalut untuk adiknya. Dari pembicaraan bapak ibunya, Lita tahu malam ini adiknya akan dipindah ke gubug pengasingan tak jauh dari rumah utama mereka. Gubug itu kadang dipakai untuk pasien yang harus menginap dan tidur sendiri untuk semalam. Saat adik Lita terbangun dan berteriak tadi, sesuatu keluar dari tubuhnya. Lita melihat sendiri kakaknya terlontar begitu menyentuh badan adiknya. Karena itu pula, Grondong, mahluk yang ada di rumah mereka jadi terbunuh. Lita tahu, Grondong adalah sosok hitam yang selalu menjaga pintu ruang tengah.

Bapak Lita membopong adiknya ke gubug. Lita di sebelah kakak dan ibunya melihat dari pintu belakang rumah utama. Setelah memastikan adik Lita masih tertidur, bapak Lita terlihat keluar gubug dan menaburkan garam di atap dan sekeliling gubug. Besok pagi ibunya akan masuk ke sana untuk membangunkan adiknya. Lita melihat langit luas di atas gubug. Langit bersih tanpa awan. Bulan penuh terlihat besar dengan warna merah darah.

Lita terbaring di ranjangnya. Kakaknya sudah terlelap di ranjang sebelah. Tadi kakaknya menyuruh untuk cepat tidur karena besok mereka harus sekolah. Tapi Lita tidak merasa mengantuk walau badannya capai setelah bersih-bersih kamar karena banyak pecahan disana-sini. Lita masih memikirkan adiknya. Dia kasihan dengan kejadian yang menimpa adiknya malam ini. Dua hari bulan darah akan menggantung di langit. Dua hari adiknya harus diasingkan di gubug belakang rumah supaya kejadian malam ini tidak terjadi lagi. Dia berjanji, saat pagi menyingsing, saat ibunya membangunkan adiknya, dia akan ada disana.

Ketika kantuk mulai merambati matanya, Lita melihat kakaknya tiba-tiba terbangun dan duduk di ranjangnya. Lita mengusap matanya. Dia melihat nafas kakaknya terengah, bulir-bulir keringat bercucuran di wajah kakaknya.

“Kak kenapa?” tanya Lita di tengah kantuknya.

Kakaknya masih diam. Walau nafasnya sudah teratur tapi pandangannya masih kosong. Lalu setetes air meleleh dari matanya. Lita beranjak dari ranjangnya duduk di sebelah kakaknya.

“Kakak kenapa?” suara Lita serius.

Lihat selengkapnya