Hari ini sekolah libur, Asih tidak ada jadwal mengajar. Di bawah terik matahari dia bersama teman-teman sebayanya sedang menjemur baju dan sprei di sebelah asrama.
“Eh sih, tadi malam gimana, adiknya kepala sekolah, emang dia kesurupan apa?” kata teman Asih di samping sembari menggantung selembar sprei.
“Ya biasa lah, mahluk kayak gitu emang suka gangguin kita,” jawab Asih merendah tanpa mau membahas lebih panjang. “ Alhamdulillah sih adiknya Bu Kepsek sekarang udah baikan.”
“Eh terus kamu dibayar nggak sih?” tanya teman Asih satu lagi yang sedang memeras baju.
“Aku sih di kasih amplop sama Bu Kepsek, tapi aku kasih ke Kak Daud buat ditaruh di kotak amal,” jawab Asih.
“Eh enak banget sih kamu bisa pergi-pergi sama Kak Daud, sama orang cakep, anak yang punya pesantren lagi,” celetuk yang lain lagi. Walau bercanda, dia terlihat cemburu Asih bisa sering bersama Daud yang diidolakan santri-santriwati.
“Apaan sih..” Asih tampak risih mendengar komentar temannya.
“Eh… ngomong-ngomong sudah berapa orang kesurupan yang kamu selametin, Sih?” temennya yang lain mencoba menetralisir suasana.
“Mmm nggak tahu ya… Aku nggak ngitung…” Jawab Asih sembari sibuk memilah-milah baju yang masih basah.
Lalu dari depan, seorang anak perempuan lebih muda datang dengan setengah berlari.
“Kak Asih… Kak Asih… Ada Kak Daud,” kata anak itu di depan Asih.
Asih memandangi anak itu heran, karena dari tadi mukanya senyum-senyum sendiri.
“Kak Asih, itu ada Kak Daud nunggu di depan,” kata anak itu lagi.
“Iya, iya, suruh dia tunggu bentar. Bilangin lagi jemur baju, ntar lagi kelar,” kata Asih.
“Iya Kak, nanti aku sampaiin,” kata anak itu.
“Eh, ngapain kamu senyum-senyum gitu?” tanya teman Asih.
“Abis Kak Daudnya cakep sih,” jawab anak itu sembari berbalik ingin cepat-cepat menyampaikan pesan Asih ke Daud idolanya.
“Sih, cepetan sana temuin Kak Daud, gimana sih kamu, jangan biarin dia nungguin,” kata teman Asih cekikikan menggoda Asih. Yang lain pun ikut ketawa ketiwi.
Asih pun cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya. Lalu dia buru-buru berjalan ke aula. Di sana Daud terlihat sedang berdiri menunggu bersama satu orang lagi yang seumuran dengan Daud.
“Assalamualaikum Asih… “ Daud menyapa duluan.
“Waalaikumsalam Kak Daud,” jawab Asih sopan.
“Asih, ini kenalin temen aku, Bilal…” Daud menunjuk teman di sebelahnya.
Pemuda yang bernama Bilal menyapa. Asih membalas dengan melipat tangannya.
“Jadi gini, Sih,” Daud menjelaskan,”Bilal ini temen waktu kecil, dulu kita tetangga, sekarang dia pindah ke desa di lereng gunung sana. Dia ingin minta tolong, Sih… Katanya kakaknya ada yang ngerasukin… Udah seminggu didatengin orang pinter tapi belum sembuh juga.”
Asih mengangguk-angguk mencoba mengerti.
“Aku minta tolong Sih. Mudah-mudahan kamu mau membantu temenku ini, seperti yang sebelum-sebelumnya,” suara Daud memohon,” Ntar kamu nggak usah masak Sih, nanti makan di rumah aja. Kamu udah ditungguin Umi tuh.”
“Bukan masalah itu Kak Daud…” kata Asih,” Tapi habis ini aku sama temen-teman disuruh bersih-bersih aula…”