Helen keluar dari ruang BOH[1] dan duduk di kursi panjang di ruang tunggu auditorium. Ia tengah memutar-mutar pergelangan kakinya dengan gelisah. Ia sesekali mengembuskan napas sambil berdoa dalam hati. Ia memandangi pengisi-pengisi acara di Gedung Kesenian Jakarta yang bergantian memasuki panggung dan kembali dari panggung. Mereka semua sepertinya melakukan penampilan dengan maksimal, terlihat dari ekspresi mereka setelah kembali dari panggung dan gemuruh tepuk tangan penonton sebelumnya. Melihat ini, Helen semakin berkeringat dingin.
Helen biasanya tidak seperti ini. Penari mana, sih yang memilih untuk duduk-duduk santai sebelum pertunjukan? Semua penari seharusnya melatih gerakan-gerakan dan melakukan berbagai macam peregangan saat di ruang BOH. Namun, Helen tidak berani melakukannya sekarang. Ia takut cedera di kakinya akan semakin parah dan ia tidak bisa tampil hari ini.
Giliran penampilan solo dance-nya semakin dekat. Ruangan BOH yang ber-AC terasa panas dan pengap. Helen mencoba memutar pergelangan kakinya perlahan. Masih agak sakit. Ia spontan mengernyit sambil menggigit bibir.
Beberapa saat kemudian, pintu ruang BOH terbuka dan seorang cowok yang umurnya tiga tahun lebih tua dari Helen memasuki ruangan. Helen segera menegakkan punggung dan memandang teman cowoknya itu dengan tatapan bertanya-tanya.
"Helen, kakimu gimana? Nggak papa? Kalo emang nggak bisa, mending jangan dipaksain, Len. Takutnya nanti cederanya makin parah," tutur cowok itu cepat.
Helen melengkungkan alis sambil memandang cowok itu dengan agak sebal. "Aku nggak papa, Ko Jeff. Jangan bilang yang nggak-nggak, deh. Ini bukan pertama kalinya kakiku sakit gara-gara nari balet. Nyatanya sampai sekarang aku masih bisa nari, kan?" Ko Jeffrey itu bukan seorang danseur[2]. Ia tidak mengerti apa pun tentang balet, batinnya.
Sebenarnya, masalahnya tidak sesederhana itu juga. Punggung kakinya membiru semua karena over training yang dijalaninya selama beberapa hari terakhir. Bagian punggung kaki tertutup stocking dan tidak terlihat, jadi Helen agak terlambat mengetahui kalau kakinya cedera. Ia pikir saat itu hanya kelelahan biasa. Helen belum sempat mencari tahu peradangan di punggung kaki akan menyebabkan hal apa, tetapi pokoknya ia harus menari kali ini. Lagi pula, semua rasa sakit akan hilang ketika menari. Jadi, Helen tidak boleh menyerah.