Little Ballerina in A Dance Box

Jessie YiCha
Chapter #2

Bab 1

Pagi hari di pertengahan bulan Juli yang panas, Helen Rosaline berkutat dengan kopernya di dalam kamar. Ia bangun sebelum matahari terbit untuk mempersiapkan segalanya supaya bisa sampai ke stasiun tepat waktu. Hari-hari sebelumnya, ia belum sempat bersiap karena masih harus membantu urusan ibunya berbisnis online.

Seusai menyiapkan barang bawaan, Helen keluar dari kamar dan menghampiri ibunya yang sedang menata sarapan di meja makan.

"Mami, nanti jam delapan kereta Helen jalan," ucapnya sambil melirik arloji putih kecilnya sekilas. "Makanannya Helen makan pas di kereta aja, ya Mi. Biar Helen bisa cepet berangkat."

Ibu Helen mengangguk. "Oke, oke. Nanti di sana tetep jaga kesehatan juga, ya Len. Jangan over training."

"Siap, Mi," jawab Helen patuh.

Ibu Helen meletakkan sepanci sapo tahu panas di atas meja makan. Setelah itu, ia membuka rice cooker dan menyendok beberapa centong nasi ke dalam rantang aluminium. Sementara itu, Helen memegang centong sayur untuk mengambil beberapa sendok sapo tahu dan menuangkannya ke dalam rantang aluminium lain. Asap masakan panas yang mengepul membuat Helen tergiur.

"Mami, kayaknya enak banget, nih. Kalo ditambahin daging pasti makin enak," ujar Helen sambil mengendus aroma masakan.

Ibu Helen berbalik sambil meletakkan sebuah rantang penuh nasi ke meja makan. "Kamu sendiri yang kemarin bilang nggak mau pake daging, Len. Ya, jadinya Mami nggak bikin daging, dong."

Helen mengerucutkan bibir sambil menunduk. Balet mengharuskannya untuk kurus. Ia jadi tidak boleh makan terlalu banyak daging. Apalagi jika waktu masuk sekolah sudah dekat. Ia tidak ingin mimpinya sebagai balerina terhalang hanya karena tidak mampu menahan keinginan makan daging.

"Habis gimana lagi, Mi? Hari ini kan udah sekolah. Helen nggak mau terima risiko kalo nanti kena masalah pas tes berat badan," ujar Helen jujur.

"Iya, iya. Mami tahu balet itu priotitas hidupmu, Len. Tapi jangan lupa bahagiain dirimu sendiri juga, ya. Ikutin kata hatimu, meskipun kadang itu agak bertentangan sama balet. Tapi tetep fokus sama tujuanmu juga. Jangan kebablasan seneng-seneng," tutur ibunya hangat. Wanita berusia empat puluhan itu mengusap puncak kepala putrinya dengan lembut.

"Iya, Mi," sahut Helen sambil mengangguk. Setelah itu, ia menegakkan punggung dan tersenyum bersemangat lagi. Ia melirik arloji sebentar, lalu berpaling lagi ke arah makanannya. Ia segera menyusun rantang, memasukkan sendok dan garpu, lalu menutupnya dengan rapat.

"Mi, Helen berangkat dulu, ya. Sampai ketemu akhir tahun, ya," ujar Helen sambil meletakkan barang-barangnya di dekat pintu depan. Setelah itu, ia menyalakan handphone-nya untuk memesan GoCar.

"Semua barangnya udah kamu siapin, kan Len?" Ibu Helen mengingatkan sekali lagi.

"Udah, Mi. Handphone, dompet, handuk, bantal, baju, semuanya udah," sahut Helen sambil memandang ibunya lembut.

"Oke. Nanti hati-hati, ya di jalan. Di sekolah juga hati-hati."

"Siap, Mi."

Beberapa saat kemudian, GoCar yang dipesan Helen berhenti di depan rumahnya. Helen memeluk ibunya dan mengecup pipi kanan dan kiri wanita itu dengan sayang, lalu berjalan ke mobil sambil membawa barang bawaannya.

Lihat selengkapnya