Dari sudut lain kantin, Jeffrey yang sedang menikmati makan siang bersama teman-temannya diam-diam memperhatikan Helen yang sedang fokus berbicara dengan Hans. Ia juga menyaksikan Hans yang menepuk bahu Helen dengan lembut. Setelah itu, entah Hans mengatakan apa, Helen melakukan gestur mengangguk patuh, lalu cewek itu menarik mangkuk minya dan lanjut makan.
"Woy! Jeff, ngapain ngelamun?" celetuk Lukas sambil mengibaskan tangan di depan wajah Jeffrey.
Jeff mengalihkan pandangan, lalu menggeleng sambil mendengkus. "Siapa juga yang ngelamun? Sok tau," ketusnya.
Jeffrey lanjut makan sambil sesekali melirik ke arah Helen. Kini, suasana hati cewek itu sepertinya sudah membaik. Ia sudah menyunggingkan senyum sambil tertawa sesekali menanggapi ucapan Hans. Meskipun Jeffrey tak bisa mendengar percakapan mereka, tetapi ia tahu bahwa Helen berubah ceria setelah menceritakan sesuatu kepada pelatihnya itu.
"Jeff, kamu ngelihatin siapa, sih?" tanya Danny sambil menepuk bahu Jeffrey tiba-tiba.
Jeffrey spontan tersentak kaget dan mengalihkan pandangan. "Suka-suka." Kemudian, ia menyantap makanannya siang itu tanpa melirik-lirik lagi.
"Adik kelas yang dari jurusan balet itu, ya? Siapa itu kemarin namanya? Aku lupa," tebak Lukas ambigu.
Jeffrey membuang muka kesal. "Banyak omong, deh. Males," gerutunya. Setelah itu, ia tidak menanggapi celotehan apa pun dari temannya. Pikirannya berkutat pada ekspresi Helen ketika berbicara dengan Hans.
Kenapa Helen kelihatannya enjoy banget, ya? Kalo ngobrol sama aku mesti kayak ada hawa keburu-buru gitu. Padahal aku sebenernya seneng ngobrol sama dia, pikirnya sambil menggeser-geser lauk di piring dengan sendok.
Beberapa saat kemudian, Jeffrey menggaruk dadanya dengan tak nyaman. Kok perasaanku jadi aneh gini, sih? Emangnya kenapa pula kalo Helen suka ngobrol sama Ko Hans? Kok aku jadi resah, sih. Pergumulan batin itu tak kunjung berhenti hingga teman-temannya selesai makan dan mereka menyuruh Jeffrey segera menghabiskan makanannya.
***
Sepulang sekolah hari itu, Helen dan Vivian ke luar kelas bersama. Jenna masih tidak berinisiatif untuk kembali bergabung dalam lingkar pertemanannya yang dulu. Cewek itu malah semakin memperlebar jarak di antara mereka. Helen dan Vivian hanya bisa pasrah dan membiarkan Jenna memilih lingkungannya sendiri.
Setelah keluar dari kelas, Vivian dan Jenna kembali ke dorm sebentar untuk meletakkan tas sekolah sebelum beranjak ke ruang makan. Tidak ada Jenna juga di sana. Tanpa percakapan kosong antarsahabat bersama Jenna, rasanya ruang kamar itu begitu kosong.
Sebelum meninggalkan kamar, tiba-tiba handphone di saku Helen bergetar. Ia mengecek sebentar dan mendapati adanya panggilan masuk.
"Bentar, ya Vi. Aku angkat telepon dulu," ujar Helen sambil mengusap layar.
"Oke. Aku tungguin aja," ujar Vivian santai.
Helen mengangguk, lalu meletakkan handphone di dekat telinga. "Halo, Ko Jeff."