Hari Sabtu pekan itu, Helen bersiap-siap pergi ke studio sejak pagi untuk memulai latihan The Sleeping Beauty. Ia memasukkan leotard dan sepatu pointe-nya ke dalam string bag kecil, lalu keluar dari dorm.
Sesampainya di studio 2, Helen langsung masuk ke ruang ganti dan melakukan pemanasan. Satu per satu orang memasuki studio dan mulai pemanasan. Beberapa menit sebelum pukul 07.00, Hans masuk ke studio bersama seorang pelatih yang terlihat seperti orang Eropa.
"Selamat pagi, temen-temen. Makasih udah datang lebih awal dan ngelakuin pemanasan duluan. Oh, ya. Hari ini aku nggak sendirian. Aku ditemenin sama Mademoiselle Janette. Beliau balerina berusia dua puluh tiga tahun dari Prancis, pemenang World Grand Prix tahun lalu. Waktu itu, dia juga nariin The Sleeping Beauty solo. Dia juga udah pernah tampil di Royal Opera House[1] Juni kemarin. Nanti Mademoiselle Janette bakal ngelatih kalian selama beberapa bulan ke depan di sini. Tolong yang serius, ya." Hans memberi pengumuman singkat.
Setelah itu, ia membungkuk sedikit dan mempersilakan wanita tinggi semampai di sebelahnya itu. "S'il vous plaît[2]."
"Bonjour a tous. Je m'appelle Janette. Je suis une ballerine. Enchanté[3]," ujar Mademoiselle Janette.
Karena murid-murid di Beauté Dance Academy sudah mendapat pelajaran bahasa Prancis sejak tahun pertama, maka mereka tidak terlalu kesulitan untuk menanggapi ungkapan perkenalan seperti itu. "Enchanté, Mademoiselle," jawab murid-murid serempak dengan antusias. Semuanya tidak sabar ingin belajar dari penari Royal Opera House secara langsung.
"Oke. Jadi, kita langsung mulai latihan aja, ya. Hari ini Helen sebagai Aurora, Alex sebagai Philip, dan Annie sebagai Penyihir Hitam yang latihan duluan bareng Mademoiselle Janette. Yang lain tetep serius, ya. Kalain bakal dapet giliran lain hari," ucap Hans cepat. "Yuk, mulai."
Beberapa murid berbondong-bondong membentuk kelompok masing-masing sesuai bagian pentas ke sisi studio. Helen, Alex, dan Annie berkumpul ke pojok ruangan bersama Mademoiselle Janette. Wanita itu mengucapkan pengarahan dalam bahasa Inggris yang beraksen Prancis. Bahasa Inggris-nya tidak terlalu lancar dan kadang-kadang dicampur dengan bahasa Prancis. Untungnya Helen, Alex, dan Annie tergolong murid senior di Beauté Dance Academy yang sudah mempelajari bahasa asing selama bertahun-tahun, sehingga mereka masih dapat memahami ucapan Mademoiselle Janette.
Hari itu, Helen dan Alex mulai berlatih koreografi The Sleeping Beauty action 1, di mana Aurora menjadi gadis yang berkelana sendirian. Kemudian, ia bertemu dengan Philip dan mereka pun jatuh cinta pada pandangan pertama. Cerita bagian awal ini sangat menyentuh, tetapi sikap Alex pada Helen agak dingin sehingga tidak ada debar-debar yang seharusnya dirasakan pemeran Aurora. Mungkin cowok itu agak menjaga image karena ia sudah punya pacar, dan ada teman dekat pacarnya di ruangan itu itu. Yeah … teman dekat para cewek selalu bisa menjadi informan yang andal dan paranoid. Namun, setidaknya Alex tidak pernah bersikap kasar atau mencari masalah dengan Helen. Sebenarnya, begini juga bukan masalah besar.
Di bawah bimbingan Mademoiselle Janette, latihan hari itu menghasilkan kemajuan besar bagi Helen. Tarian dan kesatuan gerakannya dengan Alex mulai terlihat. Sekitar siang hari, Hans menginstruksikan pada semua orang untuk beristirahat.
Helen duduk bersila sambil bersandar ke dinding studio. Ia membuka botol air mineral, lalu minum sebanyak-banyaknya. Setelah itu, ia melepas sepatu pointe, membuka ujung stocking, dan meluruskan kaki.
"Gimana rasanya nari sama Alex, Len? Dia enak, kan dijadiin pasangan pas de deux?" tanya Hans sambil duduk bersila di samping Helen.
Helen tersenyum tipis sambil menelengkan kepala. "Terlepas dari Ko Alex yang cuek banget, sebenernya dia enak diajak nari, sih. Gerakannya luwes banget, gampang diikutin. Kayaknya semua cewek juga bakal nyaman, sih nari sama dia," ucapnya.
Hans mengangguk puas. "Bagus kalo gitu. Pokoknya, kamu sendiri jangan gampang terpengaruh sama atmosfer dari orang lain. Kamu fokus ke dirimu sendiri selama latihan, Len. Ini penting banget. Soalnya kalo kamu ke depannya mau ikut kompetisi internasional, performamu selama di kelas latihan juga bakal dinilai. Balet emang banyak banget tantangannya, jadi kamu harus survive."
"Siap, Ko. Makasih bimbingannya. Aku pasti bakal usahain yang terbaik." Helen menekadkan sesuatu dalam hatinya bahwa ia akan menari dan berlatih semaksimal mungkin.
***
Beberapa hari kemudian, setelah Helen menyelesaikan tugas makalah penelitian perkembangan sepatu balet sepanjang lima ribu kata, ia menutup laptop dan beranjak dari tempat duduknya di samping nakas.
"Kamu udah kelar, Len?" tanya Vivian sambil menatap kosong laptopnya dengan frustrasi.
"Huum," jawab Helen singkat. Ia membereskan barang-barangnya di meja, lalu memasukkan perlengkapan baletnya ke string bag merah muda.
"Huaaa … aku belum selesai, nih," rengek Vivian.
"Ya, udah. Santai aja. Nanti aku nge-print-nya bareng kamu, kok."
"Hmm. Ya, udah, deh. Kayaknya aku mau lanjut besok, deh. Masih seribu kata lagi. Udah jam delapan lagian. Harusnya udah waktunya refreshing." Vivian menutup laptop sambil cemberut. "Omong-omong, kamu mau ke mana, Len?" tanyanya ketika melihat Helen hendak memakai sandal sambil membawa string bag.
"Aku mau latihan sendiri di studio 8. Besok udah masuk latihan action 2. Mana masih ada bagianku yang belum sempurna di action 1. Pusing aku," ujar Helen sambil menggembungkan bibir. Kantung matanya sudah agak menghitam, tetapi ia masih bertekad untuk latihan di studio.