Helen menghabiskan seperempat tahun ajaran yang tersisa untuk belajar dan berlatih balet sebaik mungkin. Ia masih sering mengontrol penyembuhan kakinya ke klinik ortopedi di dekat sekolah. Ia juga menjaga porsi latihan dan istirahatnya supaya tidak terlalu berlebihan. Namun, yang terpenting ia kembali merasakan kebahagiaan dari menari.
Helen melatih terus melatih berbagai gerakan kaki yang mendominasi koreografi Dance of the Sugar Plum, yaitu piqué[1], retiré[2], dan arabesque. Jeffrey yang superbaik masih sering menemaninya latihan malam di studio 8. Helen juga kadang menenamni cowok itu berlatih hip hop dance di studio jurusan modern dance. Intinya, semua hal berjalan dengan menyenangkan.
Sekitar dua bulan setelah masa latihan yang intens, Helen dan beberapa teman lain akhirnya berangkat ke Jakarta. Mereka akan menginap selama kurang lebih seminggu di kota metropolis itu.
Di hari-hari awal, semua balerina peserta Dance Prix menjalani latihan bersama di studio dekat situ. Seorang juri sejak awal menilai perkembangan dan etika mereka dalam stretching, latihan, istirahat, dan sebagainya. Semua gerak-gerik mereka menjadi aspek penilaian. Jadi, setibanya di kota besar itu, Helen dan balerina-balerina lain memang harus selalu berlatih serius dan tidak boleh lengah.
***
Hari pertandingan pun tiba di akhir bulan Mei. Sudah banyak orang datang berbondong-bondong membeli tiket dan memasuki Gedung Kesenian Jakarta. Mereka duduk di auditorium dan menunggu dengan semangat untuk menonton penampilan para balerina Indonesia. Dari Beauté Dance Academy, ada tiga pelatih utama yang hadir untuk menonton, yaitu Hans, Miss Fancy, dan Miss Efa. Selain itu, bangku penonton dipenuhi oleh penggemar-penggemar balet dan pelatih dari akademi balet lainnya.