“Wah, ini jarang terjadi … baru masuk sekolah sudah kena tegur!” seru Asri tertawa. Leina yang sedang duduk di pinggir lapangan tidak menanggapi kalimat Asri itu, ia membuka kotak bekal makanannya, mengambil sepotong roti isi coklat dan mengunyahnya. Asri ikut duduk di samping Leina. “Lihat, kayaknya di sekolah ini cuma kita berdua doang yang ga punya temen, duduk mojok berdua di lapangan,” kata Asri. Leina hanya mendengarkan dan terus mengunyah rotinya. “Mmm ... lo ga mau nawarin roti lo itu sama gue apa?” cengir Asri. “Emang harus?” tanya Leina. “Ya ga harus sih,” jawab Asri, “cuma ‘kan basa-basinya biasanya begitu bukan?”
Leina mengambil kotak bekalnya lalu meletakkannya di depan Asri. “Boleh gue makan nih?” tanya Asri. “Terserah,” sahut Leina. Asri mengambil sepotong roti lalu melahapnya. “Lo ga bisa basa-basi ya?” tanya Asri sambil mengunyah. Leina hanya mengangkat bahunya, lalu berkata, “Lo ga bisa diem ya?” Asri tertawa, “Eh Lei, kalau kita begini terus apa lo ga takut kalau kita ga punya teman di sekolah ini nanti?”
“Ga,” jawab Leina singkat.
“Kenapa?” tanya Asri.
“Lo emang takut kalau sendirian di sekolah?”
“Ga.”
“Itu jawabannya.”
Asri terdiam menatap Leina kemudian manggut-manggut. Dari ujung lapangan Leina memerhatikan Mutia yang sedang tertawa dan bercanda bersama teman-temannya. Mutia melihat Leina, melambaikan tangannya, Leina pun menganggukkan kepalanya. “Lo kenal sama dia?” celetuk Asri. Leina mengangguk.