Leina membalikkan badannya dan melihat ibu sedang menatapnya aneh.
“Eh Ibu … aku pikir siapa,” ucap Leina menghela nafas lega setelah menyadari yang mencengkeram bahunya ternyata ibu. “Kamu ga apa-apa Lei?” tanya ibu. Leina mengangguk, “Aku ga apa-apa Bu.” Ibu melirik ke pohon besar yang sedari tadi dilihat terus oleh putrinya itu, ia mengerutkan keningnya karena dirinya tidak melihat ada apa pun di situ. Hanya bulu kuduknya yang meremang. “Ayo kita pulang,” ajak ibu menarik lengan Leina. Leina pun berjalan di samping ibu.
“Lei … Ibu tau kalau kamu suka menggambar hal-hal horor, tapi Ibu baru tau kalau kamu juga suka menggambar soal kematian dan pembunuhan, kenapa?” tanya ibu saat mereka berjalan kaki menuju rumah. “Iseng Bu,” jawab Leina sekenanya. “Iseng tapi sampe membuat Ibu harus ijin dari tempat kerja untuk dateng ke sekolahmu ya ckckck,” geleng ibu. Leina menunduk, bergumam, “Seharusnya menggambar itu tidak menyakiti siapapun, tapi kenapa dipermasalahkan?” Ibu mendengar gumaman itu lalu mengusap bahu Leina memberi pengertian. “Bukan menggambarnya tapi apa yang kamu gambar yang jadi masalah. Untuk sebagian orang, gambarmu terlalu horor Lei ….”
“Huffhhh … apa bedanya dengan mereka yang menyukai film horor, bikin konten horor? Sedang aku hanya menggambar saja,” keluh Leina.
“Karena mereka bukan muridnya Pak Saptodjo hehehe,” kekeh ibu.
Leina menatap ibu, bertanya, “Jadi aku boleh terus mengggambar Bu?” Ibu mengangguk. “Menggambar apa yang ingin aku gambar?” sambung Leina memastikan. Ibu mengangguk, “Selama tidak di jam pelajaran dan kurangi gambar horornya.” Leina mengangguk dengan hati senang. Mereka terus berjalan hingga melewati toko daging Edi. Leina menarik lengan ibunya untuk berhenti berjalan. “Bu, itu tokonya, katanya mau beli daging?” Leina mengingatkan. “Oh iya … tapi kamu saja yang masuk, Ibu tunggu di luar,” kata ibu.
Maka Leina melangkah masuk ke dalam toko. Sepeninggal Leina, ibu mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya, menjepit di bibirnya, menyalakannya lalu menyedotnya dalam-dalam dan menghembuskan asapnya, gelisah.