Leina mengintip sosok anak perempuan berbaju hitam itu sedang berdiri di samping Asri yang masih terduduk di atas tanah dengan kepala menunduk. Bola matanya yang hitam menatap tajam pada Leina dari balik bulir rambut yang menutupi wajahnya lalu tangannya yang berlumuran darah menunjuk pada Leina. Leina terkesiap menarik tubuhnya dan menyandarkan punggungnya di dinding, ia memegangi dadanya yang berdebar. Tak mungkin, ini tak mungkin, gumam Leina dalam hati.
Setelah menarik dan menghembus nafas beberapa kali untuk menenangkan detak jantungnya, Leina mengintip lagi. Sosok itu sudah tidak ada, yang ada hanya Asri yang sedang membersihkan tubuh serta rambutnya. Leina menengok ke sekelilingnya, ternyata sosok itu benar-benar telah menghilang, maka Leina memutuskan untuk menghampiri Asri. Asri menoleh ketika mendengar ada langkah kaki yang mendekatinya. “Eh Leina … ngapain kesini?” kaget Asri. Leina berdiri terpaku, hatinya sedih melihat rambut Asri yang semakin kusut dan jaket hitamnya yang semakin kotor. “Kayak liat setan aja lo Lei, sampai terpaku begitu,” tawa Asri seperti yang tidak terjadi apa-apa.
“Sini gue bantuin,” ujar Leina membantu Asri membersihkan rambutnya dari daun-daun kering yang menempel karena cairan telur yang lengket. “Makasih Lei,” senyum Asri. Leina tahu Asri habis menangis karena pipinya masih tampak basah tapi Asri berusaha tidak menunjukkannya.
“Lo belum jawab pertanyaan gue Lei, ngapain kesini?”
“Gue kebetulan lewat.”
“Trus lo ga nanya kenapa gue kotor begini?”
Leina menggeleng, “Ga … kalau gue nanya juga, lo pasti bilangnya abis jatuh.”
Asri mengangguk dan tertawa.
Leina membersihkan telur yang telah melengket di rambut Asri tetapi tidak mudah karena cairan telur itu telah bercampur dengan air dan rambut Asri yang kusut hingga membuatnya tambah kusut saja. “Sialan, pasti penampilan gue kayak orgil nih!” celetuk Asri seraya meraba-raba rambutnya yang mengeras. “Ini harus dicuci dengan sampo Sri,” ujar Leina menyerah. “Ya sudah ga apa-apa Lei, makasih udah bantu ngebersihin rambut gue ya,” ucap Asri kemudian berjalan melewati Leina.
“Mau kemana Sri?”
“Pulang lah,” jawab Asri.
Setelah berkata Asri melanjutkan langkahnya. Leina menyesal kalau saja tadi ia pulang bersama Asri mungkin hal itu tidak akan terjadi pada Asri.
“Sri, tunggu, kita pulang bareng,” panggil Leina.