LITTLE GIRL

ken fauzy
Chapter #15

BAB 15. TEMPATKU, SURGAKU

Langit terang tak lama berubah menjadi mendung.

Dengan masih memakai baju seragam sekolahnya dan memeluk tasnya Leina mempercepat langkahnya. Ia bersyukur bisa lepas dari kejaran Reni dan teman-temannya. Dalam hatinya ia berterimakasih pada siapa pun yang telah membantunya lolos tadi. Di dalam langkahnya, Leina teringat akan Anton. Entah kenapa, wajah Anton terbayang-bayang terus dalam kepalanya. Leina mendengus kesal dan segera menggeleng-geleng untuk menghilangkan gambaran Anton dari kepalanya. Leina pun berdecak kesal karena kejadian tadi membuatnya tak bisa menemui petugas tata usaha hingga ia pun tak bisa mencari Mutia.

Leina berjalan sampai di depan rumahnya, tetapi di depan pagar, ia menghentikan langkahnya karena teringat ibunya yang masih bekerja dan ia sudah bertekad tidak akan pulang ke rumah kalau ibunya masih bekerja. Ia tak sudi hanya berdua dengan pria pemabuk itu di dalam rumah. Leina memutar langkahnya kembali. Ia tahu akan kemana. Seraya berjalan, Leina memetik banyak bunga liar yang tumbuh di antara rumput liar di sepanjang saluran pembuangan air. Setelah dipetik ia memasukkan bunga-bunga itu ke dalam tasnya. Kemudia Leina menerabas semak belukar untuk masuk pekuburan melalui tembok yang berlubang.

Leina tersenyum melihat pekuburan itu.

“Selamat sore semuanya,” sapa Leina pada kuburan-kuburan yang berjajar di kanan kirinya, “Apa kabar Bu Sisno, apakah tidur Anda nyenyak?” sapa Leina pada sebuah kuburan dengan nama di batu nisan; Sisnowati binti Ujang lalu Leina mengeluarkan sebagian bunga liar dari dalam tasnya dan ditaburkan di atas kuburan itu. “Halo Mas Teguh, gimana matinya? Semoga menyenangkan ya,” lanjut Leina seraya menabur bunga liar juga pada sebuah kuburan yang telah disemen memakai ubin keramik dengan nama di batu nisan; Teguh Fajarudin bin Handoko.

Langkah Leina berhenti sebentar kemudian kembali menyapa, “Eh ada Ibu Rita, Ibu Effendi dan Ibu Soejadi, kalian pasti sudah akrab ya? Iyalah kuburan kalian ‘kan berdekatan, tapi jangan sering-sering gibah ya.” Setelah menyapa pada kuburan yang berjajar tiga itu Leina melanjutkan langkahnya lagi.

“Hai Eyang Broto,” sapa Leina melambai-lambaikan tangan pada kuburan yang berada paling ujung. “Sebagai sesepuh di sini, Eyang harus jagain semua penghuninya ya, ga boleh pilih-pilih …” lanjut Leina berpesan pada kuburan yang telah berada di situ sejak tahun 1990 sesuai tahun wafat di batu nisannya.

Kemudian Leina melangkah lagi dan langkahnya berhenti pada sebuah kuburan berukuran kecil yang masih baru. Leina tersenyum menatap kayu nisannya. Ia berjongkok, membersihkan kuburannya dari dedaunan kering yang jatuh lalu mengeluarkan bunga liar dari dalam tasnya dan diletakkan serta disusun di atas tanah merah itu dengan berhati-hati. Leina tersenyum melihat kuburan itu menjadi tampak cantik dengan bunga-bunga di atasnya.

Lihat selengkapnya