Aku mencoba mencerna apa yang dikatakan Erina.
"Hah pergi? Apa maksudmu Erina" kataku.
"Evan bilang kalau akan melanjutkan kuliahnya di Inggris. Karena orang tuanya menyuruhnya" kata Erina.
Aku terkejut mendengar apa yang dikatakan Erina. Aku masih tidak percaya.
"Maksudnya? Evan akan kembali?" Tanyaku.
Erina masih meneteskan air matanya.
"Kembali bagaimana? Dia akan pindah universitas ke Inggris?" Aku terus memastikannya.
Tapi Erina tidak menjawabnya. Dia terlalu tertekan dengan keadaan. Tak kusangka Erina yang biasanya semangat dan ceria, sekarang dia menangis tidak berdaya.
"Apa yang harus kulakukan Rey? Setelah dia mengatakan itu, aku mengurung diri ku dikamar. Karena aku tidak tau apa yang harus kulakukan. Kenapa dia pergi Rey? Padahal aku belum sempat menyatakan perasaanku, apa aku melakukan kesalahan? apa aku ini bukan gadis yang baik untuknya?" Kata Erina dengan tatapan yang penuh kesedihan.
Aku berdecak kesal. Entah kenapa, hanya ada amarah di kepalaku.
"Beraninya dia membuat Erina seperti ini!" Batinku kesal.
"Tenangkan dirimu dulu Erina" aku mencoba menenangkannya.
Aku merasa kasihan melihat Erina yang seperti ini. Aku tidak akan memaafkan Evan jika dia sengaja melakukannya.
"Erina, kapan dia akan kembali?" Tanyaku.
"Katanya pesawatnya akan berangkat 3 jam lagi" jawab Erina.
Aku melihat jam yang menunjukkan pukul 14:00, berarti jam 17:00 sore pesawatnya akan lepas landas.
"Erina aku akan mencoba menanyakan kebenarannya kepada Evan. Kau tunggu disini tenangkan dirimu" kataku.
"Eh? Tapi bandara nya jauh" Erina menundukkan kepalanya. "Aku selalu merepotkan mu Rey" kata Erina.
"Heh itu tidak seberapa, serahkan padaku" kataku tersenyum.
Setelah itu aku keluar dari kamarnya Erina, meninggalkan rumahnya menuju ke bandara.
Aku hanya punya waktu 3 jam sebelum pesawatnya berangkat. Aku memacu motorku dengan kecepatan penuh. Aku tidak sabar untuk menemuinya, untuk menanyakan tentang semuanya.
"Aku pikir dia adalah orang yang tepat untuk Erina, aku pikir dia adalah takdirnya. Tiba-tiba saja dia mau kembali, apa sih yang dipikirkan sialan itu!?" Gumamku.
Jalanan didepanku sangat macet, itu akan memakan banyak waktu. Jika seperti ini terus aku tidak akan sempat. Aku melihat kanan kiri mencari jalan pintas. Lalu aku berbelok ke jalan kecil, instingku mengatakan kalo ini adalah jalan pintas.
Aku sangat terburu-buru, tapi entah kenapa hari ini jalanan tidak berpihak padaku. Dimana-mana hanya ada kemacetan. Lalu lintas hari ini sangat sibuk.
Setelah 2 jam mengendarai motor, akhirnya aku sampai di bandara. Aku berlari mencari Evan, orang-orang disekitar melihatku. Aku tidak peduli dan mencari Evan.
Aku melihat seorang cowok tinggi sekitar 170cm, membawa koper Putih. Memakai outer kemeja panjang putih dan kaos hitam didalamnya. Itu Evan.
"Evan!" Aku berlari kearahnya.