LITTLE LIGHT

Rendi Febiant S
Chapter #19

Destiny #19

Aku membuka mataku.

Saat terbangun aku sudah terbaring tidak berdaya. Aku sudah berada di rumah sakit. Lengan kiri ku sudah terbalut dengan perban, bahkan aku tidak bisa menggerakkan, seperti mati rasa.

Saat aku menoleh, disampingku sudah ada pamanku yang menungguku.

"Paman?" Kataku dengan nada yang masih lemah.

"Rey!? Kau sudah siuman?" Kata paman disampingku.

Aku masih mencoba untuk benar benar terbangun.

"Apa kepalamu terasa sakit?" Tanya pamanku.

"Sedikit" jawabku.

Aku mencoba beralih ke posisi duduk dan bersandar.

"Astaga, bagaimana kau bisa kecelakaan seperti ini? Kata saksi kau melamun dan menerobos lampu merah di persimpangan. Apa yang kau pikirkan" kata pamanku yang khawatir.

"Maafkan aku paman, aku cuma kebanyakan berpikir saat itu" jawabku.

Aku melihat pamanku yang terlihat sudah menungguku siuman berhari-hari. Dia sangat khawatir bahkan seharusnya dia pergi kerja sekarang.

"Ayah dan ibu?" Tanyaku.

"Aku sudah mengabari mereka, mereka terkejut mendengarnya dan akan ke sini lusa mungkin. Tapi mereka belum tau kalo kau sudah siuman" jelas paman.

"Tidak usah, aku baik-baik aja" kataku.

"Maksudmu?" Pamanku bingung.

"Nanti aku akan mengabari mereka, kalo aku baik-baik aja. Tidak perlu kesini, nantinya aku akan kembali" jawabku tersenyum.

"Kembali? Kau akan pulang kampung?" Tanya paman.

"Yah bisa dibilang begitu, aku akan pulang sebentar" kataku.

"Yaudah jika itu keputusanmu. Apa kau butuh sesuatu?" Tanya paman.

"Aku bisa beli sendiri nanti. Bukankah paman harus berangkat kerja sekarang? Aku baik-baik aja paman" kataku.

"Kau yakin? Tidak apa kau sendirian?" Pamanku memastikan.

Aku mengangguk.

"Baiklah, aku akan menjengukmu beberapa hari sekali, oke." Kata paman.

"Oke" jawabku.

Lalu pamanku keluar untuk berangkat bekerja. Tidak enak jika menyuruh pamanku menungguku disini terus menerus. Lagipula rumah sakit ini cukup jauh dengan tempat tinggal dan tempat kerja nya pamanku.

Aku memikirkan sesuatu. Sebelum aku kecelakaan kemarin aku sudah menyadari sesuatu.

"Aku menyadarinya, kebenaran tentang semuanya, tepat sebelum aku kecelakaan" batinku.

"Intinya adalah jika semuanya ini hanyalah mimpi. Tepatnya mimpiku, entah sejak kapan mimpi ini dimulai. Alasanku bisa menyimpulkannya karena suara dari mimpiku itu. Jika aku sudah memutuskan suatu pilihan yang ku anggap benar, maka aku akan kembali. Maksudnya aku akan terbangun dari mimpiku. Artinya aku sudah diperlihatkan satu garis takdir, jika aku memilihnya maka aku akan kembali dan akan menjalani takdir itu. Tapi hal yang masih belum ku mengerti adalah kotak itu. Apa kotak itu penyebabnya?" Batinku.

Setelah itu suster datang menanyakan kondisiku dan memberiku obat. Lalu dia memakaikan ku arm sling untuk lengan kiri ku. Setelah itu suster itu keluar.

Aku mencoba bangun dari kasur dan keluar. Berjalan-jalan ditaman rumah sakit.

"Jika aku berhasil menyampaikan perasaanku ke Erina, aku akan memutuskan bahwa pilihan inilah yang ku anggap benar. Maka sebelum aku kembali, aku akan membuat janji dengan Erina. Lalu suatu saat aku bisa bersama Erina" gumamku.

"Rey?" Suara seseorang didepanku.

Aku mendongak untuk melihatnya dan itu adalah Norman dan Denasha.

"Rey!?" Norman berlari ke arahku seperti anak kecil yang melihat kakaknya terluka.

"Norman, juga Denasha" kataku.

"Apa yang kau lakukan disini? Kembali ke kamar" kata Norman menyuruhku kembali ke kamar rumah sakit.

"Tapi aku mau jalan-jalan" kataku.

"Udah!, ayo kembali!" Norman membawaku kembali ke kamar.

Aku duduk bersandar di kasur. Aku harus berhati-hati karena bagian tubuh lainku masih sedikit keram. Norman dan Denasha disampingku.

"Gimana keadaanmu?" Tanya Denasha.

"Kan tadi sudah liat, aku baik-baik aja" kataku.

"Kalo baik-baik aja tanganmu tidak diperban gitu" sahut Norman.

Aku tertawa mendengarnya. Seperti sudah lama aku tidak mendengar ocehan Norman.

"Kau tidak lupa membawanya kan" gumam Norman ke Denasha.

"Tidak, tenang aja" gumam Denasha.

Melihat mereka berdua membuatku tersenyum. Perasaan mereka saling membalas satu sama lain.

"Kalian berdua serasi ya" kataku tertawa.

Mereka berdua terkejut dan tersipu malu. Masa muda yang indah bagi mereka berdua.

"Ya-yah itu sudah pastikan" kata Norman menahan malu.

Setelah kami lama mengobrol. Mendengar ocehan Norman dan Denasha, membuatku lebih tenang.

Sebelum Norman dan Denasha berpamitan pulang, mereka meninggalkan oleh-oleh yang sudah dibawa mereka.

"Makasih ya" kataku.

"Cepat sembuh, kampus sepi nanti" kata Norman.

"Iya, tunggu aja" jawabku.

Setelah Norman dan Denasha menjengukku. beberapa jam kemudian Marcel, Tante Lina dan om Rudi menjenguk ku. Bang Dodi dan karyawan cafe Kopibar lainnya juga datang, teman kampusku juga berdatangan. Mereka terlihat khawatir, aku jadi tidak enak membuat orang khawatir. Hari ini banyak sekali yang menjengukku.

Handphone ku berdering, ada telepon masuk. Saat aku lihat ternyata dari Evan.

"Kau ini, baru aku tinggal sehari aja. Apa sudah sebegitunya kau merindukanku sampai kecelakaan segala?" Goda Evan.

"Aku tidak merindukanmu sialan" kataku menahan tawa.

Lihat selengkapnya