RAYHAN POV
Perjalanan yang menyejukkan, didalam bus aku duduk didekat jendela. Melihat keluar, tetesan hujan yang menempel di kaca. Semakin berat tetesan air itu maka akan meluncur kebawah. Karena hujan ini sore hari terlihat seperti malam hari. Aku jadi mengingat kejadian lalu, saat aku masih 15 tahun. Saat itu, di kampung halamanku. Matahari menenggelamkan diri ujung cakrawala, aku mendaki bukit dibelakang rumahku, jaraknya tidak terlalu jauh hanya 500 meter dari rumah. Entah apa yang membuatku merasa ingin mendaki saat itu, hanya saja seperti ada firasat yang mengatakan kalau aku harus mendaki bukit itu.
Memang aneh seorang anak kecil yang mendaki bukit saat hari menjelang malam. Tapi sejak dulu aku diajarkan kedua orang tua ku untuk tidak takut. Mereka bilang "takut? Seseorang yang penakut akan susah menentukan langkah selanjutnya" karena itu, sejak saat itu aku tidak memiliki rasa takut. Sekitar 15 menit aku mendaki bukit itu, tanpa kusadari aku sampai di ladang rumput yang cukup luas dan ada satu pohon ditengah-tengahnya. Angin sepoi-sepoi malam memang sangat menyejukkan. Kunang kunang yang berterbangan disekitar pohon. Aku berjalan mendekati pohon itu, dan melihat ada sesuatu di bawah pohon itu, seperti benda yang berkilauan. Aku memicingkan mataku..itu seperti "kotak". Aku mengambilnya, sebuah kotak kecil persegi. Ditutupnya berbingkai sebuah tulisan artefak, aku tidak tau maksudnya. Dan ditengahnya ada bola kristal kecil, mungkin inilah yang terlihat berkilau tadi. Kupikir ini hanyalah kotak biasa, didalamnya juga kosong, bagian luarnya saja yang terlihat antik. Setelah aku melihat lihat kotak itu, aku membawanya pulang bersamaku.
Malamnya aku bermimpi. Aku berada di tempat yang gelap tidak terlihat apapun, hanya ada cahaya kecil dikejauhan. Aku juga mendengar suara seseorang, seperti "Saat kau sudah merasa memutuskan jalan yang kau anggap benar, maka kau akan ke..." Samar terdengar, aku tidak mengingat keseluruhannya.
.
.
Klakson bus menyadarkanku setelah aku mengingat kejadian masa kecilku itu.
"Namaku Rayhan, biasa dipanggil Rey, 19 tahun. Sekarang ini, aku perjalanan menuju Jakarta. Temanku SMP dulu mengajakku kuliah disana tepatnya di UI (Universitas Indonesia)"
Bus berhenti di halte sebelum persimpangan jalan, sekitar 6 orang termasuk anak kecil naik ke bis ini. Karena bus ini tidak melewati jalan tol jadi sering berhenti disetiap halte atau terminal bus. Sopir kembali memacu busnya. Aku melihat seorang cewek mungkin seumuran denganku, dia bersama orang orang di halte tadi yang naik bus ini. Sepertinya hanya dia yang tidak mendapatkan kursi penumpang.
"Kasiannya" gumamku
Aku hanya melihatnya lalu mengalihkan pandanganku kembali ke jendela. Mungkin sudah 2 jam dia berdiri disana. Sebenarnya aku memesan 2 kursi, 1 untukku dan 1 untuk tasku. Karena loker atas sudah penuh, aku juga tidak mau tasku dibawah. Mungkin tidak salah jika berbaik hati sebentar saja.
Aku mengangkat tangan kananku, melambaikannya perlahan. Cewek itu melihatnya. Aku mengisyaratkan ada kursi kosong disebelahku. Dari wajahnya aku melihat dia tampak senang. Aku memindahkan tasku kebawah, dan cewek itu duduk di kursi sebelahku.
"Terima kasih" dia tersenyum lalu meletakkan tasnya kebawah. Aku hanya membalasnya dengan senyuman kecil.
"Sebenarnya aku tidak perlu berbicara dengannya tapi entah kenapa...hmm dia tidak bisa berhenti berbicara"
"Apa kau juga pelajar? Atau mahasiswa? Oiyaa siapa namamu? Namaku Erina" cewek itu memborbardirku dengan pertanyaan.
Aku menghembuskan nafasku.
"Rayhan.." aku menjawabnya
"Rayhan ya..." Dia melihatku, aku kembali melihat keluar jendela.
"Rayhan.." cewek bernama Erina itu memanggilku
"Rey..panggil aja Rey" sahutku
Dia terus mengajakku bicara. Aku sempat berpikir kalau memberinya tempat duduk adalah keputusan yang salah.
"Jadi kau mau kuliah?"
"Iyaa.."
Sesaat dia akhirnya diam. Tapi..
"Dimana?" Lagi dan lagi. Aku menghembuskan nafas sekian kalinya.
"Di UI, kenalanku yang mengajakku. Saat ini aku sedang perjalanan ke Jakarta. Puas?" Aku membenahi jaket yang kupakai.
"UI? Berarti tujuan kita sama, aku juga kuliah disana. Kita seangkatan" dia tersenyum riang
"Dari nada bicara dia seperti tipe orang yang ceria. Tipe yang kubenci" batinku
"Fakultas ilmu pengetahuan budaya, sastra jepang" ucap kami bersamaan. Kami terkejut dan terdiam sesaat. Senyap sekali, seperti semua penumpang sudah terlelap dalam mimpi mereka masing-masing.
"Rey juga? Wahh jangan jangan ini semua takdir" lagi lagi dia tersenyum. Tapi senyumannya kali ini berbeda, senyum itu menggerakkan hatiku.
Laju bus terlihat lancar. Hujan pun sudah reda. Alunan musik yang santai membuat tenang pikiran dan mengantuk. Melirik Erina yang sudah terlelap disampingku. Aku menarik selimut, menutupi sebagian tubuhku, menatap keluar jendela.
"Takdir ya?" Gumamku.