Tiga bulan.
Seenggaknya itu waktu yang bisa ditoleransi kejiwaanku. Setelah perpindahan dimensi yang tidak masuk akal namun akalku berusaha menerimanya masuk, jiwaku seperti meraung raung gila karena tau aku tinggal ditempat berbeda, rumah berbeda, rumah berbeda keluarga berbeda, status berbeda dan hebatnya ditubuh berbeda pula. Kuakui wajah yang kumiliki sekarang lebih cantik. Mata yang lebih besar beriris hitam pekat, hidung yang lebih mancung dan rambut hitam legam lurus sepunggung-yang tidak jauh berbeda dengan rambutku dulu yang sama sama sepunggung. Badan yang kumiliki pun selevel dengan wajahnya, ah, mantaplah!
Meski semua keindahan tubuh ini sekarang kutempati dengan jiwaku yang menggila, aku tetap tidak terbiasa dengan perilaku pelayan yang dengan lancangnya memandikanku! Aku saja terakhir dimandikan dua sampai 3 SD, lah ini? Badan sudah sebesar ini masih saja dimandikan. Untuk yang satu ini, akal sehatku bertuah, "sudahlah, tenang saja. Bangsawan elit itu nonanya pasti dimandikan." Tapi, sebelum diriku mengiyakan petuah akal sehat, jiwaku berteriak, "digrepe grepe, COY! "
Hasilnya tubuh konslet.
Aku berpindah dimensi kebetulan dikalangan bangsawan elit. Mungkin sejenis marquess atau duke. Kebetulan lagi sebagai bungsu dari tiga bersaudara yang kakak kakaknya bucin akut dengan sang adik dan ayah tegas sekaligus penyayang dengan semua anaknya apalagi-lagi lagi dengan sibungsu ini. Jangan tanya sang ibu ada dimana, karena ayah akan menjadi sangat sensitif sebab ibu pergi ibu pergi meninggalkan kami, termasuk anak anaknya demi pedangang kaya raya. Yah, ibu gila harta. Namun, lagi lagi jiwaku memberontak sebab aku adalah anak sulung didunia asliku. Jiwaku tidak terima dianggap paling kecil, paling butuh perlindungan. Disitu akal sehat mendukung tubuhku, "kapan lagi kamu bisa bermanja sebagai anak terakhir yang disayang?"
Akal sehat edan!
Yang paling membuatku syok lagi adalah zaman yang sekarang kutinggali. Tidak ada komputer, telepon genggam apalagi wi-fi! Belum lagi keadaan yang mengharuskan seseorang berkomunikasi jarak jauh wajib dengan surat menyurat, berpergian dengan kuda lengkap kereta kudanya. Parahnya, pakaian berupa gaun dengan rok lebar ditambah lapisan kain tak wajar lengkap korset sesak seperti ingin membunuhku dimasa muda. Hiks!
Minggu pertama setelah kedatangannya jiwaku kedalam tubuh cantik ini, aku sering melamun. Sekalipun aku sadar sepenuhnya jika aku sedang diabad pertengahan, yang kupikirkan pertamakali adalah keadaan tubuh asliku. Apakah pingsan,koma atau sudah koit. Jika itu terjadi,orang yang pertama geger adalah teman sekamarku. Aku masih tinggal diasrama untuk menempuh pendidikan SMA ku, bisa dipastikan setelah sekamarku geger, teman dekatku geger, teman seangkatan geger, guru guru geger. Semua geger. DUAR!
Meledak sudah.
Seminggu kurang lebih aku memikirkan tubuh asliku dengan kemungkinan penuh overthinking. Lalu, seminggu berikutnya aku mulai memikirkan apa yang terpampang nyata didepan mataku. Tak ada satupun novel yang kubaca memiliki ciri ciri persis seperti yang kualami dan inilah inti masalahnya. Aku tidak sepintar female lead didalam novel!
Semua female lead didalam novel selalu kece luar biasa, mengatasi masalah masalah mereka dengan rencana cemerlang. Sedangkan aku? Dapat masalah berat sekali saja sudah menangis tersedu sedu bagai drama drama korea atau sempat berpikir untuk meminum sabun anti kuman yang cool. Sabunnya warna biru, kalau dipakai dikulit sungguh menyegarkan, apalagi diminum.
Ah! Segar luar dalam!
Alhasil, karena kegalauan itu, aku menjadi seperti seperti slime yang kalau disenggol bergoyang, tidak ada yang menyenggol, ya, bergeming. Dipojok ruangan pula. Ayah dan kakak kakak dari pemilik tubuh ini sudah mengira jika si bungsu kesurupan hantu siput penunggu rumput halaman rumah yang konon mati terinjak. Mereka jadi memperhatikanku berlebih, melihat cara makanku-ditunggui tentunya, mengajakku berbicara hal hal sederhana bahkan mengelusku dengan tatapan penuh simpati dan prihatin.
Tidak ingin berlarut larut dalam lamunan dan kegalauan, kucoba diriku untuk bangkit menuju perpustakaan mansion luas ini. Setidaknya aku tau informasi tentang keluarga ini sekaligus berhenti cosplay menjadi orang gila. Jangan kira buku yang kubaca hanya satu atau dua tapi, bisa sampai sepuluh lebih! Itu hanya membaca sejarah keluarga ini. Kupaksa otak yang kini kumiliki untuk menyerap semua informasi yang ada sampai mual mual efek overdosis sejarah. Berkat memaksakan diriku sampai mual itu, aku mengerti diabad mana aku tinggal namun, lagi lagi masalah besarnya adalah, aku tidak mendapat sedikitpun ingatan dari perempuan ini!
Hingga sebuah ide konyol muncul disalahsatu sudut otakku dan mulai mempraktekan ide itu disalahsatu pagi yang tenang. Kebetulan kakak pertama juga ada diruang baca bersamaku, sedang tenggelam dengan bacaannya. Aku mulai mendekat kesalahsatu rak buku dan menggapai-gapai buku berat dirak tertinggi. Sengaja menjatuhkan buku berat itu kekepalaku. Rencana awalku hanya pura-pura jatuh dan pura-pura pingsan. Siapa sangka yang terjadi justru sebaliknya, jatuh beneran dan pingsan beneran.
Bangun-bangun sudah kudapati diriku diatas kasur. Yang pertama kali kulihat adalah sang ayah. Meski kepalaku benjol karena ide sinting ini, tetap kulanjutkan rencana awalku.
"Siapa anda?"
Sedikit menyesal kusebutkan pertanyaan itu karena ayah yang sebelumnya tersenyum senang karena melihatku siuman justru menanyakan identitasnya. Senyumannya tertarik perlahan lantas mengelus kepalaku lembut. Setelah itu ayah menyuruh tabib datang untuk memeriksa keadaanku.
Dengan sedikit drama hilang ingatan, akhirnya tabib memvonis aku mengalami hilang ingatan ringan. Masih bisa kembali memori ingatannya jika diingatkan tentang banyak hal. Inilah rencana sinting yang kumaksud. Agar keluarga ini tidak curiga aku adalah orang yang berbeda.
Mission complete!
Karena rencana gila inilah aku baru mengetahui nama keluargaku. Nama kakak pertama-Athala Wagner, lalu kakak kedua- Alexander Wagner dan yang terakhir adalah sang ayah yg hanya mengenalkan dirinya hanya sebagai ayah. Akhirnya kuketahui pula namaku didunia ini adalah Luzelia Wagner. Bangsawan setinggi marquess yang menguasai wilayah Wagner yang damai dan tentram.
Mengetahui suatu hal setelah mengganjal didalam hati selama dua minggu lebih rasanya seperti aku dapat boker yang melegakan!
Setelah kedua kakakku itu syok berat karena tau aku hilang ingatan, seketika mereka berkoar-koar tidak normal disisi kanan dan kiri ranjangku. Mereka sibuk menceritakan masa kecilku-yang bisa kuyakini kebanyakan besar yang diceritakan adalah aib dan mereka juga sibuk menjelek-jelekkan diriku dimasa kecil-lagi lagi aku merasa jika itu dilebih-lebihkan. Sekedar berkomentar saja tidak bisa karena langsung disela. Terus seperti itu hingga matahari tenggelam. Beruntungnya lagi mulut mereka sudah berbusa.