Kakak dan adik adalah hubungan unik yang terjalin karena hubungan darah dan kebersamaan. Hubungan itu terkadang bisa sangat manis, tapi terkadang juga bisa sangat menyebalkan. Baik buruknya hubungan kakak dan adik dipengaruhi oleh banyak hal: dari ajaran orang tua hingga lingkungan sekitar bisa membuat hubungan unik itu berakhir manis atau justru sebaliknya berakhir buruk lebih buruk dari musuh.
Itulah yang terjadi pada hubungan persaudaraan antara Ratih dan Dian. Awalnya hubungan Ratih dan Dian sebagai saudara adalah hubungan baik, Ratih sebagai kakak sangat menjaga dan menyayangi Dian. Lalu Dian sebagai adik sangat menghormati, mengagumi dan menyanyi Ratih. Keduanya saling mengisi kekurangan masing-masing dan menjalankan perannya dengan baik.
Awalnya memang begitu. Hanya saja di dunia ini yang punya hubungan seperti itu bukan hanya Dian dan Ratih saja. Hubungan seperti itu, biasanya mendapatkan ujian. Jika berhasil lolos, hubungan itu akan semakin kuat. Akan tetapi jika gagal melewati ujiannya, maka hubungan itu akan memburuk.
Dan itulah yang terjadi antara Dian dan Ratih. Perbedaan di antara keduanya membuat orang-orang tanpa sadar selalu membandingkan mereka dan membuat hubungan keduanya memburuk.
“Kamu mau ke mana, Ratih? Ini sudah malam, kok belum tidur?” Sari yang tadinya berniat untuk mengambil air minum terkejut menemukan Ratih-anak pertamanya masih belum tidur dan berjalan-jalan di ruang tengah rumahnya.
“Adik Dian tidak bisa tidur, Bunda! Jadi Ratih ingin membuatkan adik Dian, susu hangat.”
“Kamu kakak yang baik, Ratih.” Sari memberikan pujiannya kepada Ratih sembari mengelus lembut kepala Ratih. “Tunggu di sini, biar Ibu yang buatkan!”
Sebagai seorang kakak, Ratih adalah sosok kakak yang baik. Ratih mampu menjalankan perannya sebagai kakak dengan baik bahkan sangat-sangat baik. Ratih mampu menjaga Dian saat Sari-ibunya keluar. Ratih juga mampu menghibur Dian yang selalu terbangun di malam hari karena tidak bisa tidur. Semakin bertambah umurnya, Ratih terus melakukan perannya sebagai kakak dengan sangat baik, bahkan Ratih tidak segan-segan untuk mengajari Dian dan melawan anak lain yang menjahili Dian di sekolah.
Di mata semua orang, Ratih adalah anak dan kakak yang hebat. Dan itulah alasan Dian sangat mengagumi Ratih-kakaknya.
“Siapa idolamu, Dian?” tanya salah satu teman sekolah Dian.
“Idola??” balas Dian.
“Ya. Idolamu siapa?? Ketika dewasa nanti, aku ingin jadi seperti ayahku-dokter hebat yang selalu berusaha keras menyelamatkan pasiennya. Bagaimana denganmu, Dian? Siapa idolamu? Ketika dewasa nanti, kamu ingin jadi seperti siapa??”
Tanpa berpikir panjang, Dian langsung menjawab. “Kakakku! Aku ingin jadi seperti kakak; kuat, berani dan berbakat.”
Karena sangat mengagumi kakaknya-Ratih, Dian kemudian menjadikan Ratih sebagai idola dan panutannya. Setiap hal yang Ratih bisa dan lakukan, Dian pun berusaha dengan keras untuk melakukannya. Sayangnya melakukan apa yang Ratih lakukan, bukanlah hal yang mudah untuk Dian lakukan. Ratih adalah anak berbakat yang mampu mempelajari sesuatu dalam waktu singkat sementara Dian adalah anak serba biasa yang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajari sesuatu.
“Kenapa Kakak bisa melakukannya sementara aku tidak bisa?”
Di saat Dian berusaha untuk mengikuti jejak Ratih baik dalam nilai sekolah dan prestasi sekolah yang diraih oleh Ratih dan berakhir dengan kegagalan, Dian hanya bisa menangis di sudut kamarnya.