Mudah mengatakan bahwa seseorang akan selalu berada di sisimu dan terus mendukungmu. Ucapan itu mudah sekali dikatakan tapi nyatanya untuk melakukan itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Di bumi ini, bukan hanya ada satu dua manusia saja yang hidup. Jumlah manusia yang hidup di bumi ada milyaran dan setiap manusia itu punya cerita, keinginan dan tindakan masing-masing yang terkadang sejalan dengan manusia lain tapi kebanyakan justru berlawanan dengan manusia lain.
Bagi Dian, Ratih mungkin mengatakan jika dirinya akan selalu di sisi Dian. Tapi bagaimana dengan orang lain?? Banyak orang yang mengagumi Ratih menyayangkan Dian sebagai adik Ratih yang lahir dengan serba biasa. Orang-orang itu mungkin berdiri di sisi Ratih dan mendukungnya, tapi tidak dengan di sisi Dian. Beberapa di antara mereka jelas tidak mendukung Dian sama seperti ketika mereka mendukung Ratih.
“Karena aku sudah bawa sepeda motor sendiri, Ibu bisa berdiam diri di rumah dan beristirahat setelah melakukan pekerjaan rumah. Biar aku saja yang mengantar jemput Dian di sekolahnya. Kan kebetulan sekolah kami sebelahan, Bu.”
Saran yang Ratih berikan itu diterima dengan baik oleh Sari dan Hari-Ibu dan Ayahnya. Dan berkat saran itu, Ratih akan menjemput Dian sepulang sekolah dan mengantar Dian untuk les lukis dan setelah itu dirinya akan pergi ke tempat kerjanya sebagai model jika ada pekerjaan untuknya.
Satu tahun berlalu dengan cepat. Pekerjaan Ratih semakin banyak dan namanya mulai dikenal. Banyak agensi mulai mendatangi Ratih karena tertarik dengan kecantikan Ratih yang langka dan berkat itu, Ratih mulai benar-benar sibuk. Jika benar-benar sibuk, Sari akan menggantikan Ratih untuk menjemput Dian sepulang sekolah dan jika Ratih tidak sedang sibuk, Ratih sendiri yang akan menjemput Dian.
“Dian-adikku tersayang.”
Ratih akan selalu mengatakan hal itu ketika melihat Dian yang ditunggunya keluar dari gerbang sekolahnya.
“Kakakmu benar-benar cantik, Dian.”
“Yah begitulah.”
Anis adalah satu dari beberapa teman sekolah Dian yang kagum dengan kecantikan Ratih-Kakak Dian.
“Pasti senang sekali punya kakak secantik itu, An.”
Dian tersenyum pahit mendengar ucapan Anis-teman sekelasnya. “Tergantung bagaimana kamu melihatnya, Nis.”
“Ucapanmu terdengar tidak setuju dengan ucapanku. Apa kamu tidak senang punya kakak secantik itu?? Ibuku saja tahu kakakmu yang cantik itu karena banyak foto yang terpampang di salon-salon terkenal di Bogor.”
“Biar aku ingatkan satu hal, Nis. Sesuatu di dunia ini selalu punya keseimbangan.” Dian berusaha menjelaskan.
“Keseimbangan bagaimana?” Anis tidak mengerti.
“Selalu ada baik dan buruk dalam suatu hal.”
Anis menggelengkan kepalanya tidak mengerti. “Aku tidak mengerti maksud dari ucapanmu itu, An.”
“Kelak kamu akan paham.”
Semakin terkenal Ratih, beberapa hal baik dan buruk datang ke arah Dian. Berkat Ratih, Dian punya banyak teman yang mendekatinya dan Dian dikenal oleh cukup banyak guru-guru sebagai adik Ratih yang cantik menawan. Tapi di saat yang sama, Dian tidak berhenti mendengar ucapan orang-orang yang selalu membandingkannya dengan Ratih.
"Kamu yakin dia adiknya Ratih yang cantik itu dan fotonya terpajang di banyak salon di kota?”