LITTLE STAR HOLDING MY HAND

mahes.varaa
Chapter #8

BINTANG KECIL DARI LANGIT, JATUH DI BUMI

Tok, tok!!

Kalau aku tidak salah, waktu itu adalah dua minggu setelah kehebohan tragedi Mei 1998. Sebuah ketukan pintu terdengar di pintu rumahku. Tadinya ... aku mengira ketukan pintu itu berasal dari Anis yang biasa main ke rumahku hanya untuk sekedar cerita tentang hidupnya yang berkutat dengan anak-anaknya. Tapi ... aku ingat dengan baik, Anis tidak akan pernah mengetuk pintu rumahku saat berkunjung  dan langsung masuk seolah rumahku adalah rumah keduanya.

“Anis?? Apa itu kamu??” Dian tadinya malas bangkit dari kursinya karena kedua tangannya sedang sibuk memegang kuas dan palet cat, sementara kepalanya sedang membuat gambaran untuk lukisan yang ada di hadapannya.  Tidak biasanya Anis seperti ini. Apa dia membawa anaknya kemari dan tidak bisa membuka pintu sendiri seperti biasanya??

Tok, tok!!

Ketukan itu terdengar lagi dan hal itu benar-benar mengganggu konsentrasi Dian. Kesal dengan ketukan yang tidak kunjung berhenti, Dian meletakkan dua benda yang ada di tangannya dan akhirnya memaksa bangkit tubuhnya, berjalan menuju ke pintu rumah.

“Anis!! Kenapa kamu manja sekali hingga membuatku harus bangkit dari kursi kerjaku??” Dian mengomel sembari berjalan menuju ke arah pintu rumahnya. Tapi sekali lagi ... sama seperti sebelumnya, tak ada jawaban dari orang yang dikira Dian sebagai Anis dan berniat bertamu ke rumahnya.

Tok, tok!!

Ketukan terdengar lagi dan kali ini, Dian sudah berada tepat di depan pintu rumahnya. Dian terdiam sejenak, merasa bahwa tamunya bukanlah Anis seperti perkiraannya. Huft, huft!!! Merasa tamunya adalah orang asing, Dian berteriak untuk memastikan sosok di balik pintu rumahnya. “Siapa di sana??”

“Saya Sekar. Saya adalah teman baik Ratih di Jakarta. Saya kemari karena dikirim oleh Ratih untuk bertemu dengan Dian-adik perempuannya. Bisakah saya bertemu dengan Dian-adik Ratih?”

Terkejut, jelas. Sudah selama lebih dari setahun Ratih menghilang dan sekarang tiba-tiba seseorang yang mengaku sebagai teman dekatnya datang ke rumah Dian dan mencarinya karena permintaan Ratih. Yang lebih aneh lagi, teman Ratih itu tahu jika Dian kini tinggal di Bandung dan bukan di Bogor-kota kelahirannya dengan Ratih sekaligus rumah orang tuanya.

Kreeet!

Dian membuka pintu rumahnya dan menemukan sosok wanita dengan cara berpakaian yang tidak jauh beda dengan Ratih-feminim, modis dan trendi. Dian melihat wanita dengan rambut gelombang panjang berwarna coklat lengkap dengan kacamata hitam di wajahnya, melihat ke arahnya dan melakukan hal yang sama dengan Dian: memperhatikan Dian dari atas hingga ke bawah.

Mengingat pekerjaan Ratih sebagai model yang cukup terkenal, Dian tidak kaget jika teman-teman Ratih akan memiliki gaya penampilan yang tidak jauh dengan gaya penampilan Ratih. Tapi dari pada penampilan wanita bernama Sekar yang mengaku sebagai teman Ratih, Dian lebih penasaran dengan sesuatu yang berada dalam dekapan Sekar.

Dia sudah menikah rupanya. Mungkin anaknya ... seumuran dengan anak Kakak. Melihat anak kecil dalam dekapan Sekar, Dian merasa anak itu mungkin seumuran dengan anak Ratih yang tidak lain adalah keponakan Dian.

“Kamu persis seperti yang ada di foto milik Ratih! Dian, bukan?”

Dian buru-buru menganggukkan kepalanya karena wanita modis yang ada di depan pintu rumahnya langsung mengenali identitasnya. “Ya, saya Dian-adik Ratih. Apa yang membawa Mbak Sekar  datang kemari?? Kenapa Kakak meminta Mbak kemari?”

Wanita di depan Dian mengabaikan pertanyaan Dian dan sibuk melirik bagian dalam rumah di mana Dian tinggal. Wanita itu kemudian membuka sedikit kacamata hitam yang menutupi separuh wajahnya dan mendekat ke arah Dian. “Bisa kita bicara di dalam, Dian?? Akan sangat sulit bicara sembari menggendongnya.”

Wanita bernama Sekar melirik ke arah anak yang berada dalam dekapannya.

“Tentu. Silakan masuk, Mbak.” Dian paham arti lirikan itu dan langsung mempersilakan tamunya untuk masuk ke dalam rumahnya.

Lihat selengkapnya