Tiba-tiba menjadi seorang ibu, jelas membuat Dian kaget dan tidak siap, baik secara mental maupun fisik. Dian benar-benar tidak siap harus mengasuh anak Ratih yang baru genap berusia satu tahun.
“Ratih memintaku kemari untuk menyampaikan surat wasiat yang ditinggalkannya untukmu, Dian. Saat kau membaca surat itu, kau akan tahu jika Ratih mempercayakan Astrid di tanganmu.”
“Aku?? Kenapa aku?? Bagaimana dengan ayah Astrid sendiri? Siapa ayah anak ini?”
“Hingga kematiannya, Ratih masih tetap bungkam mengenai identitas dari pria itu. Aku hanya tahu ada beberapa pria yang sempat dekat dengan Ratih, tapi mana yang benar-benar adalah ayah dari Astrid, aku tidak tahu.”
“Kakak benar-benar merahasiakan sampai akhir identitas ayah dari anak ini??”
“Ya.”
“Lalu bagaimana dengan surat-surat anak ini?”
“Ini, silakan kamu lihat sendiri. Ratih sudah mengurus semua surat-surat anak ini di dalamnya. Kamu hanya perlu memindahkan nama Astrid sebagai anak angkatmu, Dian. Aku juga membawa beberapa kebutuhan Astrid untuk sebulan ke depan. Sisanya ... kamu bisa membelinya lagi sama persis seperti yang aku berikan. Lalu ... Astrid punya alergi.”
“Jangan bilang Astrid alergi susu sapi seperti Kakak??”
“Benar sekali. Astrid tidak bisa minum susu sapi, jadi harus susu kedelai atau susu almond.”
Peran barunya sebagai seorang ibu, benar-benar membuat hidup Dian kacau balau termasuk pekerjaannya sebagai penulis dan pelukis. Jam tidur Dian berantakan. Jadwal keseharian Dian berantakan hingga akhirnya banyak hal yang tak bisa dilakukan oleh Dian termasuk makan dan mandi dengan benar.
Oeeekkk, oeeek! Astrid menangis lagi dan membangunkan Dian yang baru saja memejamkan matanya setelah semalaman begadang menggendong Astrid yang tidak bisa tidur.
Sial, anak ini benar-benar merepotkan!! Dengan kesal dan lelah setengah mati, Dian bangkit dari duduknya dan langsung menggendong Astrid agar bisa membuatnya tertidur lagi.
“An, Dian!!!”
Dari arah pintu rumahnya, Dian mendengar teriakan Anis yang memanggil namanya dan juga membuat Astrid menangis lagi setelah memejamkan matanya beberapa detik yang lalu.
Oeeek, oeeek!
Sial kamu, Anis!! Dian mengumpat kesal di dalam benaknya mendengar teriakan Anis yang membangunkan Astrid yang baru saja tenang tertidur.