Apa ini? Apa-apaan ini?? Dian benar-benar tidak bisa percaya melihat reaksi Sari yang dengan keras menolak keberadaan Astrid-anak Ratih dan berbalik menyalahkan Astrid untuk semua hal buruk yang menimpa Ratih.
Apa-apaan ini? Bagaimana bisa Ibu menolak anak Kakak? Bukankah selama ini Ibu selalu menyayangi dan mencintai Kak Ratih lebih dari mencintaiku?? Kenapa sekarang Ibu menolak anak ini?? Kenapa??
“Bagaimana, An? Apa yang akan kita lakukan setelah ini, An?” tanya Anis masih menggendong Astrid. “Orang tuamu menolak Astrid. Sekarang mau tidak mau, kamu harus membesarkannya, An.”
Di saat Dian tidak bisa menerima penolakan ibunya mengenai Astrid, ucapan Anis itu seperti garam yang ditaburkan di luka terbuka milik Dian.
“I-itu ... a-aku ... “ Dian menatap ke arah Anis dan matanya turun menatap Astrid di dekapan Anis. Apa yang harus aku lakukan pada anak ini? Jelas sekali, aku tidak bisa membesarkannya! Jelas sekali, aku tidak akan mampu merawatnya!! Apa aku harus mengirimnya ke panti asuhan seperti rencana cadangan yang aku buat?? Dian terus meragu, tapi dalam sekejap keraguan itu menghilang karena suara teriakan Sari.
“Anak itu pembawa sial!! Karena anak itu, aku kehilangan Ratihku!! Karena anak itu, Ratihku hancur dan kehilangan semuanya!!”
Ibu benar!!! Kakak kehilangan segalanya karena anak ini!! Kakak kehilangan kariernya, kehilangan sinarnya dan kehilangan nyawanya karena anak ini!! Ibu benar!! Ibu kehilangan Kakak karena anak ini!!
Jika harus mencari siapa yang salah, anak inilah yang bersalah!!! Dian tiba-tiba membulatkan tekadnya dan kini tidak lagi merasa ragu.
"Anis, berdiri! Kita pergi dari sini!!”
Anis yang tidak tahu apapun, mengira Dian memutuskan untuk membesarkan Astrid seorang diri dan kembali ke Bandung. Anis mengikuti Dian begitu saja tanpa tahu apa yang Dian pikirkan saat ini. Tapi setelah berkendara sekitar setengah jam lamanya, Anis baru sadar jika mobil yang dikemudikan oleh Dian bukan menuju ke Bogor.
Ckitttt. Mobil Dian berhenti tepat di depan sebuah bangunan panti asuhan di pinggiran kota Bogor.