LITTLE STAR HOLDING MY HAND

mahes.varaa
Chapter #17

PENGAGUM SETIA BUMI

Sekitar dua tahun yang lalu-tepatnya saat Astrid mulai mewujudkan mimpi Ratih sebagai seorang model dan sering kali menghabiskan waktunya di luar rumah, seorang pria bernama Raka datang dalam hidup Dian. Raka adalah editor sekaligus asisten Dian yang membantu Dian menulis novel yang kini tak lagi bergenre romansa. Awalnya Raka sama seperti editor-editor Dian yang lain: bekerja dengan sangat baik dan berusia lebih muda dari Dian. Hanya saja dalam perjalanannya, Dian mulai merasakan jika Raka memiliki perasaan lain untuknya.

Dian mengira perasaan itu awalnya hanyalah rasa kagum seperti beberapa editor yang Dian miliki sebelumnya. Tapi dugaan Dian itu salah besar. Nyatanya ... Raka menyukai Dian untuk waktu yang lama. Pria yang berusia sepuluh tahun lebih muda dari Dian itu sudah sejak lama mengagumi Dian dan kini benar-benar menyukai Dian ketika berinteraksi dengan Dian untuk waktu yang lama.

Di mata banyak orang, Raka adalah pria tampan dengan wajah menawan dan tubuh yang atletis dengan tinggi di atas rata-rata. Bahkan menurut Anis-teman sekaligus tetangga Dian, wajah dan tubuh Raka akan lebih berguna jika dirinya menjadi model atau aktor.

“Editormu itu ... “ Anis bicara dengan berusaha menyembunyikan senyum nakalnya.

“Kenapa dengan editorku?” Dian menyipitkan matanya mendengar ucapan Anis.

“Dia terlalu tampan. Harusnya ... dia jadi model atau aktor saja. Dengan begitu wajah tampan dan tubuh atletis yang tinggi itu akan lebih berguna dari pada dianggurin hanya untuk bekerja sebagai editormu saja.”

“Jadi ... “ Dian menyipitkan matanya lebih kecil dari sebelumnya. “Menjadi editorku adalah pekerjaan yang tidak cocok untuk Raka???”

“Bukan begitu.” Anis menepuk bahu Dian, sadar akan tatapan dari Dian saat ini padanya. “Hanya saja ... wajahnya itu sangat disayangkan sekali kan?? Kamu lihat anakmu-Astrid, masih muda saja sudah mulai menjadi model. Bukankah Astrid jadi model juga karena wajahnya yang cantik mirip dengan ibunya?”

Anis benar. Ucapannya itu memang tidak salah. Berkat ucapan Anis itu setelah dua tahun lamanya bekerja bersama, Dian akhirnya memberanikan dirinya untuk bertanya pada Raka-editornya dan asistennya mengenai peluang lain yang mungkin bisa didapatkan Raka dengan bekerja sebagai model dan bukan editor-Dian.

“Bisa aku bertanya, Raka?” tanya Dian.

“Ya, silakan.”

Sebelum-sebelum ini ... Dian sama sekali tidak peduli dengan bagaimana penampilan dan rupa Raka selama pekerjaannya baik. Tapi setelah mendengar ucapan Anis, Dian merasa sedikit gugup untuk mengajukan pertanyaan sepele pada Raka. Dian yang selama ini tidak peduli, tiba-tiba merasa jika ucapan Anis benar: wajah Raka memang tampan dan rupawan, dan Raka memang lebih pantas untuk jadi model dari pada editor dengan gaji kecil seperti sekarang ini.

“Apa tidak jadi bertanya? Kok diam saja?” Raka berbalik bertanya karena Dian tak kunjung mengajukan pertanyaan padanya.

“I-itu ... ini sedikit privasi. Tidak apa-apa?” tanya Dian masih sedikit gugup.

“Biar aku dengar dulu. Kalau terlalu privasi, aku tidak akan menjawabnya. Bagaimana?”

“Ehm ... “ Semenjak punya editor sekaligus asisten yang membantu, Dian memutuskan untuk tidak terlalu bersikap hormat seperti memanggil dengan Pak atau Bu. Dian selalu meminta editornya untuk bersikap seolah umur mereka tidak berbeda jauh dan hal yang sama berlaku untuk Raka juga. “Kalau begitu, aku tanya sekarang.”

“Ya.”

Lihat selengkapnya