Bandung, februari 2005.
Senja di Bandung. Memperlihatkan warna ke emasan bercampur biru muda. Awan mengelayut rendah di kaki langit. Gue yang berusia sebelas tahun bersama emak dan bapak sedang berjalan menuju stasion kereta api kiaracondong dengan membawa tas ransel di punggung dan kardus di tangan kiri yang berisikan.. entah gue kurang tahu. Emak soalnya yang packing.
Hari ini adalah hari terakhir gue melihat senja di kota kelahiran. Karena setelah ini, gue akan pindah dan menetap di kota Kediri. Kenapa kesana? Kok dari kota besar ke kota kecil? Katanya sih, bapak dikasih warisan dari nenek. Dan kebetulan warisan itu berupa rumah dan itu di Kediri. Iya, nenek asli kediri, tapi kakek asli Bandung. Puas kalian?!.
Lihatlah, kami tiba di dalam stasion. Berdesakan. Bau keringat. Apa lagi pria di samping gue, memakai jaket jeans yang sobek di bagian sikut tangannya, yang gue tebak usianya 30 tahun. Aroma parfumnya membuat kepala gue sedikit pusing. Gue lihat, pria itu sedang kebingungan. Mungkin bingung dengan aroma parfumnya sendiri, kenapa bisa membuat dirinya sendiri bingung. Ya itulah pikiran gue yang masih sebelas tahun. Harap maklum.
"Kenapa kamu Tar?," emak gue nanya.
"Bau mak," gue jawab sambil menutup hidung dengan tangan kanan.
"Husss.. gak sopan bilang gitu!," emak gue ngejawab lagi sambil tengok kanan-kiri. mungkin takut ada yang dengar keluh kesah gue.
"Mak, tunggu dulu disini, bapak tuker dulu tiket nya," bapak gue bilang sambil ngeloyor ke arah sana. Gue gak tahu kesana itu kemana, karena pandangan gue terhalang oleh manusia-manusia yang berkeringat ini.
"Bu, boleh tanya, kalo toilet dimana?," akhirnya pria yang aroma parfumnya bikin kepala gue pusing itu bertanya sama emak. Karena kata guru gue pak Samsudin, malu bertanya sesat di jalan. Oh bukan, sesat di stasion maksudnya. Karena kami sedang di stasion sekarang.
"Oh toilet, itu disana kang," emak ngejawab sambil menunjuk arah menuju toilet yang berada di pojok kiri belakang kami.
Pria itu menengok ke arah gerakan tangan emak. iya gerakan tangannya, yang menunjuk dengan ibu jari.
"Oh iya, hatur nuhun bu," kata pria itu dengan mimik mukanya yang seperti menahan sesuatu. ( hatur nuhun=terima kasih ).